Kabar24.com, JAKARTA — Maraknya kasus tindak pidana korupsi (tipikor) yang dilakukan oleh pejabat pemerintah daerah dalam beberapa waktu belakangan mengundang pertanyaan mengenai hubungan antara pemerintah daerah dan pusat.
Penyalahgunaan kewenangan oleh pemerintah daerah yang berujung operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengindikasikan kurang terawasinya kegiatan-kegiatan di pemerintahan daerah.
Kurangnya pengawasan oleh pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah tersebut tidak dibantah oleh salah satu peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Almas Sjafrina.
"Faktor korupsi oleh kepala daerah beragam. Soal kurang pengawasan dari pusat bisa jadi salah satunya," ungkapnya kepada Bisnis, Rabu (20/6/2018).
Akan tetapi, Almas lebih meyakini yang menjadi akar dari maraknya korupsi di pemerintah daerah adalah tingginya harga mahar politik.
"Tapi, menurut saya akar persoalannya lebih pada masalah high cost dalam berpolitik [termasuk pemenangan pemilu], juga masalah pencalonan kepala daerah [problem candidacy buying/mahar politik]," jelasnya.
Pemerintah pusat, tambah Almas, tentunya perlu memberikan jawaban yang solutif terkait dengan soal mahar politik yang tinggi tersebut.
"Selama akar persoalan ini tidak dijawab dengan tepat, (misal dengan pengaturan pendanaan politik dan kampanye yang lebih baik, penegakan hukum pemilu, dan lain-lain), korupsi yg melibatkan kepala daerah saya kira masih akan marak terjadi," tuturnya.