Bisnis.com, JAKARTA—Gonen Segev, Mantan Menteri Energi Israel tahun 1990-an, dituduh telah melakukan kegiatan mata-mata untuk pemerintah Iran yang selama ini menjadi seteru negara Yahudi tersebut.
Shin Bet, pejabat dinas keamanan dalam negeri Israel, menyebutkan Gonen Segev (seorang dokter yang menjabat menteri energi Israel pada 1990-an) diduga direkrut oleh intelijen Iran ketika tinggal di Nigeria.
Segev ditangkap saat melakukan kunjungan ke Guinea Ekuator Mei lalu. Dia kemudian diekstradisi atas permintaan polisi Israel sebagaimana dikutip BBC.com, Selasa (19/6/2018).
Segev yang berusia 62 tahun itu pernah dipenjara selama lima tahun pada tahun 2005 karena menyelundupkan obat-obatan dan memalsukan paspor diplomatik.
Israel juga mencabut izin praktek dokternya, tetapi ketika dia pindah ke Nigeria setelah dibebaskan dari penjara pada 2007, dia kemudian diizinkan bekerja sebagai dokter.
Pernyataan yang dikeluarkan oleh Shin Bet kemarin mengatakan Segev ditahan segera setelah tiba di Israel bulan lalu.
Dia ditanyai tentang informasi bahwa dia telah berhubungan dengan agen-agen intelijen Iran dan membantu kegiatan mereka melawan Israel.
Menurut Shin Bet, para penyelidik yang menginterogasinya menyimpulkan bahwa Segev telah melakukan kontak dengan pejabat kedutaan Iran di Nigeria pada tahun 2012. Dia juga pernah mengunjungi Iran dua kali untuk bertemu dengan orang yang menanganinya.
Segev juga disebutkan telah bertemu dengan orang itu di negara lain dan diberi sistem komunikasi rahasia untuk mengirimi pesan berkode kepada mereka.
Shin Bet menuduh bahwa kepada Iran dia telah memberikan informasi yang berkaitan dengan sektor energi, situs keamanan di Israel, dan pejabat di lembaga politik dan keamanan. Dia juga menghubungkan orang Iran yang menanganinya dengan sejumlah orang Israel yang terlibat dalam sektor keamanan dengan memperkenalkan mereka sebagai pengusaha.
Dalam pengadilan di Yerusalem, akhir pekan lalu, Negev didakwa telah "membantu musuh selama masa perang dan melakukan spionase terhadap Negara Israel". Dia juga didakwa melakukan beberapa pelanggaran pidana terkait "menyerahkan informasi kepada musuh".
Sejak Revolusi Islam pada 1979, ketika para tokoh garis keras agama berkuasa, para pemimpin Iran menyerukan pemusnahan Israel. Iran menolak hak Israel untuk ada, dan menganggapnya sebagai penjajah tak sah di tanah orang Islam.
Israel menganggap Iran sebagai ancaman terhadap keberadaannya dan selalu mengatakan Iran tidak boleh mendapatkan senjata nuklir. Para pemimpinnya khawatir dengan ekspansi Iran di Timur Tengah.