Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

3 Alasan Mantan Menkes Siti Fadilah Ajukan PK

Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dalam perkara korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) pada 2005 dan menerima gratifiksi sebesar Rp1,9 miliar.
Terdakwa kasus korupsi alat kesehatan Siti Fadilah Supari berdiskusi dengan penasehat hukum saat jeda sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (7/6)./Antara-Puspa Perwitasari
Terdakwa kasus korupsi alat kesehatan Siti Fadilah Supari berdiskusi dengan penasehat hukum saat jeda sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (7/6)./Antara-Puspa Perwitasari

Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dalam perkara korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) pada 2005 dan menerima gratifiksi sebesar Rp1,9 miliar.

"Pemohon peninjauan kembali mengajukan permohonan agar majelis hakim menyatakan permohonan PK perkara dapat diterima seluruhnya menyatakan penetapan saksi dan bukti lain punya nilai pembuktian dan dapat dijadikan keadaan baru atau novum sehingga dapat dijadikan daftar pengajuan PK," kata pengacara Siti Fadilah, Achmad Kholidin di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (31/5/2018).

Siti Fadilah pada 16 Juni 2017 divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan ditambah harus membayar uang pengganti Rp550 juta karena dinilai terbukti melakukan dua perbuatan.

Perbuatan pertama yaitu merugikan keuangan negara senilai Rp5,783 miliar dalam kegiatan pengadan alat kesehatan (alkes) guna mengantispasi kejadian luar biasa (KLB) 2005 pada Pusat Penaggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) dengan melakukan penunjukan langsung (PL) kepada PT Indofarma Tbk.

Sedangkan perbuatan kedua adalah Siti Fadilah menerima suap sebesar Rp1,9 miliar karena telah menyetujui revisi anggaran untuk kegiatan pengadaan alat kesehatan (alkes) I serta memperbolehkan PT Graha Ismaya sebagai penyalur pengadaan Alkes I tersebut.

Kholidin lalu menyampaikan bukti baru (novum) sebagai dasar PK tersebut.

"Telah ada surat pernyataan yang dibuat, diterbikan dan ditandatangani oleh saudari Ria Lenggawani pada 10 Januari 2018 selaku staf di Tata Usaha (TU) Menteri pada saat itu," kata Kholidin.

Surat itu menerangkan bahwa "Tulisan tangan nomor dan tanggal dalam verbal nomor 15911/Menkes/XI/2005 tanggal 22-11-2005 adalah benar tulisan saya yang pada 2003 bertugas di TU Menteri. Bahwa verbal tersebut diajukan oleh Biro Keuangan dan Perlengkapan (saat ini adalah Biro Keuangan dan BMN). Tugas saya di TU Menteri pada saat surat dimaksud diproses adalah meregister surat keluar yang ditandatangi oleh Menteri Kesehatan dan nomor surat akan diberikan sesuai dengan tanggal diterbitkan" demikian disebutkan dalam surat itu.

Selanjutnya disebutkan "Jika ada permintaan dari unit yang mengajukan verbal untuk diterbitkan nomor dan tanggal mundur maka akan saya berikan setelah ada persetujuan atau perintah dari pimpinan. Persetujuan Pimpinan bisa secara lisan atau tulisan."

Menurut Kholidin, berdasarkan surat pernyataan yang dibuat terkait terbitnya konsep verbal No 15912/Menkes/XI/2005 dan no 15911/MenkesXI/2005 yang keduanya tertanggal 22 November 2005 sehingga terbit surat Surat Rekomendasi Permohonan Penunjukkan Langsung Pengadaan Alat Kesehatan Guna Antisipasi KLB masalah Kesehatan rekomendasi penunjukan langsung pengadaan antiseptik dan alat perlindungan personal (APP) untuk RSPI Dr Sulianti Saroso dari Menteri Kesehatan terjadi maladministrasi karena dibuat secara "back dated" atas perintah pimpinan di bawah kesekretariatan Tata Usana Menteri tanpa seizin dan sepengetahuan pemohon peninjauan kembali.

"Yang ingin kita bantah bahwa surat penunjukan langsung tersebut bukan inisiatif dari menteri, tapi memang ada satu rekayasa sistematis dari bawah ke atas. Jadi bu menteri tidak tahu apa-apa terhadap penunjukkan langsung tersebut," tutur Kholidin.

Pengacara juga menyampaikan alasan lain pengajukan PK yaitu putusan yang bertentangan satu dan lain dan ada putusan yang memperlihatkan kekhilafan hakim.

"Di putusan Mulya A Hasjmy disebutkan dalam pertimbangan hukum majelis hakim tidak ada keterlibatan Siti Fadilah terhadap penunjukkan langsung oleh Mulya A Hasjmy yang mestinya jadi pertimbangan majelis terdahulu, karena ibu Siti Fadilah tidak ada sebagai pelaku atau memberikan bantuan," ungkap Kholidin.

Sedangkan, alasan ketiga adalah kekhilafan hakim.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Nancy Junita
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper