Bisnis.com, JAKARTA - Tokoh Intelijen Nasional Jenderal TNI (Purn) AM Hendropriyono memuji langkah Polri dan Densus 88 yang berhasil mengatasi aksi penyanderaan di Rutan Cabang Salemba, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Dalam kerusuhan diwarnai penyanderaan yang berlangsung 36 jam lebih itu, sempat ada korban jiwa yakni 5 anggota Polri dan 1 narapidana kasus terorisme.
“Sebagai warga negara, saya mengucapkan selamat atas keberhasilan Polri dan Densus 88 yang berhasil melumpuhkan kelompok teroris, dan meminimalisir korban dalam insiden itu,” kata Hendropriyo dalam siaran pers yang diterima, Kamis (10/5/2018).
Dikatakan Hendro, narapidana terorisme merupakan pelanggar HAM berat yang secara moral telah kehilangan hak azasinya.
“Kejahatan baru yang mereka perbuat di Rutan Mako Brimob ini telah menelanjangi sendiri baju yuridis yang mereka kenakan,” tegasnya.
Disebutkan Hendro, kasus pemberontakan di penjara yang dibarengi penyanderaan merupakan suasana kedaruratan yang sah utk diatasi dengan kekuatan fisik.
Baca Juga
“Namun nalar intelijen pasukan Densus 88 berbuat lebih cerdas, sehingga berhasil mengatasi keadaan tanpa korban jiwa tambahan. Untuk prestasi tersebut saya ucapkan selamat dan terimakasih sebagai anggota masyarakat bangsa kita,” tambahnya.
Ketua Umum DPN Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia itu juga menyebutkan bahwa potensi teroris yang seperti pelaku di Mako Brimob tersebut cukup banyak di antara masyarakat. Sehingga masyarakat kita wajib turut serta segera membersihkan diri dari penyakit radikalisme.
“Ini sudah waktunya seluruh elemen bangsa kita bergerak bersama untuk mengamankan diri sendiri dari virus radikalisme yang subur bagi terorisme dalam segala bentuknya,” kata Hendropriyono.
Karena itu, imbuh dia, setiap lingkungan RT di seluruh pelosok teritorial RI, secara gotong-royong harus menolak kehadiran setiap sosok radikal kembali ke kampungnya masing-masing.
“Saya ingatkan lagi bahwa dalam suasana kedaruratan seperti ini, tidak ada aturan apapun yang punya daya rekat. Kita tidak mungkin lagi dapat melaksanakan hukum, walaupun kita tidak boleh melanggarnya. Yang dapat kita lakukan adalah menerapkan hukum baru yang otomatis hadir dalam suasana seperti itu. Pada konteks kedaruratan, pilihannya to kill or to be killed. Membunuh atau dibunuh. Itulah konteks hukum kedaruratan,” pungkasnya.