Bisnis.com, JAKARTA -- Menjelang Pilkada 2018 Komnas HAM melayangkan pernyataan kritis terkait dengan kesiapan pemerintah yang akan menyelanggarakan pesta demokrasi kurang dari dua bulan ke depan.
Pemerintah, menurut Komisioner Komnas HAM Munafrizal Manan, harus lebih proaktif dalam memenuhi hak pilih setiap warga negara.
"Kesadaran negara lebih penting dalam memenuhi hak kewarganegaraan atau pun hak pilih," ujarnya di gedung Komnas HAM, Jakarta, Rabu (9/5/2018).
Hal itu tentu saja tidak dapat dilepaskan dari temuan-temuan Komnas HAM di lapangan. Berdasarkan data temuan Komnas HAM, saat ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilkada 2018 sebanyak 150.664.967 pemilih.
"Jumlah ini jauh berkurang dari Daftar Pemilih Sementara (DPS) yang telah ditetapkan, ada 849.633 pemilih yang dicoret dari DPT," jelas Ketua Tim Pemantau Pilkada 2018 Komnas HAM Hairansyah dalam keterangan resminya, Rabu (9/5/2018).
Dia menambahkan pemilih yang dicoret tersebut diduga karena belum memiliki e-KTP atau belum melakukan perekaman sehingga dianggap belum memenuhi syarat sebagai pemilih.
Baca Juga
Koordinator Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Amiruddin mengatakan ketidakpastian pemenuhan hak pilih warga negara dapat menjadi sengketa. Dia juga menegaskan bahwa ketidakpastian tersebut merupakan refleksi dari kacau-balaunya pendataan kependudukan," terangnya.
Selain itu, Komnas HAM juga melihat kecerobohan administratif dari pemerintah dalam melaksanakan proses pendataan.
Masalah tersebut sebelumnya telah disampaikan oleh Komnas HAM ke Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil). "Langkah selanjutnya terserah mereka (Dukcapil), kami hanya bisa merekomendasikan," tambahnya.
Dalam satu bulan ke depan, Komnas HAM berharap pemerintah sudah menemukan jalan keluar terkait dengan pendataan hak pemilih yang masih bermasalah.