Bisnis.com, KUALA LUMPUR -- Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) menilai sudah waktunya produk-produk kerajinan dan pariwisata yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) mengisi pasar di Malaysia karena besarnya penduduk Indonesia yang bermukim di negeri itu.
Menteri Desa PDTT Eko Putro Sandjojo mengatakan bahwa ada sebanyak 3 juta-4 juta penduduk masyarakat Indonesia yang saat ini berada di Negeri Jiran dari total 20 juta penduduk Malaysia. Jumlah itu merupakan potensi besar untuk produk-produk buatan BUMDes.
"Dari pembicaraan saya dengan Pak Dubes [Rusdi Kirana], orang Indonesia di Malaysia mencapai 3 juta-4 juta jiwa, artinya ini adalah market besar dari produk UMKM Indonesia. Mereka tidak perlu ke Indonesia jika ingin makan rawon dan rendang karena dibikin siap saji oleh produk BUMDes, dikirim lewat online ke Malaysia," paparnya, Selasa (3/4/2018).
Menurut Eko, warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja dan menempuh pendidikan di seluruh negara bagian di Malaysia mesti mempromosikan produk Indonesia, termasuk makanan, kepada masyarakat Malaysia. BUMDes mestinya bisa memanfaatkan potensi banyaknya restoran di Malaysia yang menggunakan bahan baku mentah dari Indonesia.
Eko ditunjuk menjadi pejabat Penghubung Investasi oleh Presiden RI Joko Widodo, untuk mewujudkan investasi bisnis kedua negara. Sebagai tahap awal adalah pameran produk BUMDes di ajang Indonesia Archipelago Exhibition (Archex) 2018, dilanjutkan dengan Business Networking Investasi Indonesia Malaysia dan Regional Investment Forum di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Malaysia di Kuala Lumpur pada 3-4 April 2018.
Sementara itu, Dubes RI untuk Malaysia Rusdi Kirana menyatakan pariwisata Tanah Air juga harus digenjot dan terus diperkenalkan kepada wisatawan mancanegara (wisman) yang mengunjungi Malaysia.
"Rata-rata ada 20 juta wisman dari Eropa, Timur Tengah, China, Korea, dan Taiwan yang mengunjungi Malaysia. Jadi nanti kami berencana untuk twin city, misalnya Kuala Lumpur-Yogyakarta, Kinibalu-Manado, Penang-Medan, nah itu jaraknya dekat 1-2 jam," tuturnya.
Produk lain Indonesia yang juga belum digarap optimal adalah bahan baku untuk spa atau dari tumbuhan herbal yang nilainya masih kecil.
"Ekspor Indonesia bahan spa tidak lebih 2 digit, masih 1 digit atau kira-kira ekspornya [skala] 7% dari 100%," tambah Rusdi.
Selain Archex 2018, berlangsung pula Forum Business Networking Investasi Indonesia Malaysia yang dihadiri sejumlah perusahaan dari Indonesia seperti PT Jasa Marga (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Bank CIMB Niaga Tbk., GE Electric Indonesia, Rajawali Group dan PT Central Proteina Prima.
Perwakilan dari Malaysia antara lain Federal Land Development Authority (Felda), Tenaga Nasional Berhad, Khazanah Nasional Berhad, dan Malaysia Indonesia Business Council.
Dalam Regional Investment Forum hadir para bupati dan walikota yang memaparkan potensi daerah masing-masing kepada calon investor dari Malaysia seperti Bupati dari Toraja Utara, Bima, Bolaang Mongondow Selatan, Halmahera Barat, Bone Bolango, Sambas, Buton Utara, Pesawaran, dan Walikota dari Tidore Kepulauan.
"Kalau produk-produk berasal dari daerah-daerah itu tidak dipasarkan maka nilainya menjadi rendah. Jadi penting pameran ini (Archex) 2018 dilakukan setiap bulan," ujar Rusdi.