Bisnis.com, SHANGHAI - China mengumumkan rencana memberlakukan tarif impor terhadap barang Amerika Serikat senilai Rp41,4 triliun sebagai balasan atas pemberlakuan serupa oleh AS atas produk baja dan aluminium China.
BACA JUGA
Baca Juga
- Perang Dagang AS VS China Bikin IHSG Anjlok
- Perang Dagang AS vs China, Inilah Pembalasan China Atas Kebijakan Trump
- WTI Pulih dari Pelemahan Akibat Kekhawatiran Perang Dagang
- Dibayangi Kekhawatiran Perang Dagang AS-China, Wall Street Anjlok
- Kekhawatiran Perang Dagang Tekan Gerak Indeks Stoxx Europe 600
- Trump Siap Bunyikan Genderang Perang Dagang
Langkah tersebut membuat dua ekonomi terbesar dunia itu di ambang perang perdagangan.
Kementerian Perdagangan China mempertimbangkan tarif 15% untuk produk AS, termasuk buah kering, anggur, dan pipa baja serta 25 persen untuk produk daging babi dan aluminium daur ulang.
China mengumpulkan daftar 128 produk AS, yang bisa dibidik jika kedua negara itu tidak mencapai kesepakatan tentang masalah perdagangan, kata kementerian tersebut.
Presiden AS Donald Trump menandatangani memorandum presiden pada Kamis (23/3/2018), yang menyasar hingga Rp828 triliun tarif pada barang China, tetapi hanya setelah periode konsultasi 30 hari, yang dimulai seusai daftar diterbitkan.
Pengakuan Beijing atas tindakan balasan ini bertujuan sebagai peringatan bagi Washington karena kedua belah pihak saling menentang dan sambil menunda mulainya perang perdagangan secara besar-besaran.
Kementerian Perdagangan mengatakan pemerintah akan menerapkan langkah-langkah dalam dua tahap, pertama ialah tarif 15% untuk 120 produk termasuk pipa baja dan anggur senilai Rp13,4 triliun dan kemudian tarif 25% pada Rp27,4 triliun daging babi dan aluminium.
"Kami bermaksud memberlakukan tarif pada impor AS tertentu untuk mengimbangi kerugian yang ditimbulkan terhadap kepentingan China dengan atas tarif impor baja dan aluminium," kata kementerian itu.
Mereka juga menyatakan akan mengambil tindakan hukum di bawah kerangka Badan Perdagangan Dunia (WTO) untuk menjaga stabilitas aturan perdagangan dunia. Namun, mereka juga berharap masalah itu diselesaikan melalui perundingan dengan AS.