Kabar24.com, JAKARTA - Sebelum dihukum pancung pada Minggu (18/3/2018), Kementerian Luar Negeri RI sudah menemukan dua bukti baru untuk melakukan pengajuan peninjauan kembali terhadap vonis hukuman mati kepada Muhammad Zaini Misrin.
Dua bukti baru tersebut disampaikan oleh Anis Hasanah, Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care dalam konferensi pers di Kantor Migrant Care, Cempaka Putih, Jakarta, Senin (19/3/2018).
Salah satunya adalah bentuk saksi salah satu dari tiga orang penerjemah kasus Zainal Misrin pada saat BAP atau berita acara pemeriksaan saat awal Zaini Misrin ditangkap.
“Jadi ada salah satu penerjemah saat BAP atau berita acara pemeriksaan bernama Abdul Aziz yang mengatakan bahwa dia tidak mau menandatangi BAP karena apa yang dikatakan oleh Zaini Misrin tidak sesuai yang diterjemahkan oleh penerjemah yang lain, sehingga [Abdul Aziz] tidak menandatangi hasil BAP tersebut,” ungkap Anis.
Pemerintah Indonesia juga memiliki saksi kunci lainnya, yakni Sumiati, buruh migran Indonesia yang juga bekerja dengan majikan yang sama dengan Zaini Misrin.
“Dia [Sumiati] akan memberikan keterangan sebagai bukti bahwa hubungan Zaini Misrin dengan majikannya [Abdullah bin Umar Muhammad al-Sindy] tidak memiliki persoalan sama sekali, dan hanya kebetulan bahwa saat majikannya meninggal, Zaini ada di sana,” tambah Anis.
Baca Juga
Permohonan peninjauan kembali ini sudah diajukan Kemenlu terhadap pemerintah Arab Saudi pada 6 Maret 2018. Namun, sangat disayangkan ketika sudah diajukan permohonan peninjauan kembali itu, pemerintah Arab Saudi tetap melakukan eksekusi mati terhadap Zaini.
Zaini Misrin dituduh membunuh majikannya pada 2004 dan ditangkap. Pemerintah Indonesia baru diberi tahu tentang status hukum Zaini empat tahun kemudian, tepatnya pada November 2008 ketika pengadilan Arab Saudi sudah menjatuhkan vonis hukuman mati untuknya.
Jika berkaca pada pengakuan Zaini Misrin pada November 2008 kepada KJRI--ketika pada akhirnya pihak KJRImengetahui kasus Zaini-- Zaini mengatakan bahwa dia dipaksa mengakui melakukan pembunuhan tersebut padahal dia tidak pernah melakukan pembunuhan.
Bahkan, berdasarkan pembacaan atas proses pemeriksaan hingga peradilan yang memvonis mati sampai terjadi proses eksekusi mati terhadapnya, ditemukan beberapa kejanggalan dan ketidakadilan hukum serta pengabaian pada prinsip-prinsip fair trial, contohnya Zaini Misrin tidak mendapatkan penerjemah yang netral dan imparsial.
Selain itu, mulai dari awal proses peradilan hingga proses eksekusi mati dijatuhkan kepada Zaini Misrin pada Minggu (19/3/2018) pukul 11.30 waktu Arab Saudi, pemerintah Arab Saudi juga melanggar prinsip-prinsip tata krama hukum internasional dengan tidak menyampaikan Mandatory Consular Notification kepada pemerintah Indonesia.
Padahal, Presiden, Joko Widodo sudah berusaha melobi dan meminta kepada Raja Salman agar memberikan pengampunan terhadapTKI yang terancam dieksekusi mati salah satunya adalah Zaini Misrin. Jokowi bahkan sudah tiga kali melakukan hal tersebut. Namun, permohonan tersebut tidak dihiraukan.