Kabar24.com, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) berencana meniadakan proses pencocokan dan penelitian (coklit) daftar pemilih Pemilu 2019 di daerah-daerah yang mengikuti pemilihan kepala daerah serentak 2018.
Pada 13-19 April 2018, KPU kabupaten/kota menetapkan daftar pemilih tetap (DPT) untuk pilkada 2018. Jadwal tersebut beririsan dengan tahapan pemutakhiran daftar pemilih sementara (DPS) Pemilu 2019 yang mulai digelar per 17 April 2018.
Komisioner KPU Viryan menjelaskan DPS Pemilu 2019 akan berbasis pada DPT pilkada serentak tahun ini. Berdasarkan data KPU, terdapat 381 kabupaten/kota, dari total 514 kabupaten/kota di Indonesia, yang tahun ini ikut serta dalam pemilihan gubernur, bupati, maupun wali kota.
Untuk itu, KPU berancang-ancang tidak lagi melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) DPS Pemilu 2019 yang masuk DPT pilkada 2018. Pemutakhiran hanya diagendakan terhadap pemilih pemula yang tidak ikut pilkada 2018, tetapi memiliki hak pilih pada pesta demokrasi tahun depan.
"Jika coklit ditiadakan maka akan ada efisiensi waktu, anggaran, dan sumber daya manusia," katanya dalam Rapat Konsultasi Komisi II DPR di Jakarta, Selasa (13/3/2018).
Viryan memastikan tidak ada perbedaan mekanisme coklit untuk pilkada 2018 dengan Pemilu 2019 karena tetap berbasis asal domisili. Jikapun ada potensi masalah, KPU lebih mengkhawatirkan warga yang masuk daftar pemilih, tetapi tidak dapat mencoblos karena belum kunjung mendapatkan KTP-el pada akhir tahun ini.
Baca Juga
Demi efisiensi pula, KPU berencana menunjuk anggota panitia pemilihan kecamatan (PPK) dan panitia pemungutan suara (PPS) pilkada 2018 untuk melanjutkan tugas pada pesta demokrasi tahun depan. Syaratnya, mereka tidak pernah terkena sanksi pemberhentian KPU kabupaten/kota, belum pernah diangkat dalam jabatan yang sama untuk 2 periode, dan beberapa syarat lain.
"Sebelum diangkat kembali akan dievaluasi kinerja saat menjabat sebagai anggota PPK dan PPS pada pilkada," tutur Komisioner KPU Evi Novida Ginting.
Komisi II DPR tidak menyampaikan keberatan atas 2 rencana anyar penyelenggaraan pemilu tersebut. Namun, politisi Senayan mengingatkan KPU untuk memilih PPS dan PPK yang mampu bekerja dari tahap pemutakhiran daftar pemilih hingga pascapemilihan.
Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Arteria Dahlan menemukan fakta bahwa petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP) di Jakarta tidak bekerja maksimal memverifikasi calon pemilih Pilgub DKI Jakarta 2017. Padahal, petugas yang tidak menjalankan verifikasi di lapangan dapat diancam hukuman penjara 3-6 tahun.
"Mereka kan ujung tombak. Kalau di Jakarta saja begitu, apalagi di 'ujung dunia' sana?" katanya merujuk pada daerah terpencil di Tanah Air.