Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPK Temukan Uang Suap Walikota Kendari

Komisi Pemberantasan Korupsi berhasil menemukan uang suap terkait pendanaan kampanye yang melibatkan Walikota Kendari, Sulawesi Tenggara, Adriatama Dwi Putra.
Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra (kanan) bersama calon Gubernur Sulawesi Tenggara Asrun (kiri) yang juga ayah dari Adriatma digelandang kedalam mobil tahanan usai terjaring operasi tangkap tangan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (1/3/2018)./ANTARA-Hafidz Mubarak A
Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra (kanan) bersama calon Gubernur Sulawesi Tenggara Asrun (kiri) yang juga ayah dari Adriatma digelandang kedalam mobil tahanan usai terjaring operasi tangkap tangan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (1/3/2018)./ANTARA-Hafidz Mubarak A

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi berhasil menemukan uang suap terkait pendanaan kampanye yang melibatkan Walikota Kendari, Sulawesi Tenggara, Adriatama Dwi Putra.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan mengatakan  saat melaksanakan operasi tangkap tangan (OTT) akhir Februari 2018, para tersangka, termasuk Adriatama Dwi Putra mengatakan  uang suap tersebut telah digunakan.

“Setelah penyidikan kami dalami, berhasil menemukan yang sebesar Rp2,798 miliar yang diberikan kepada tersangka Walikota Kendari,” ujarnya, Jumat (9/3/2018).

Dia melanjutkan, berdasarkan penyidikan, KPK mendapatkan informasi kronologis penyerahan dan penyimpanan uang tersebut. Pada 26 Februari 2018, seusai mengambil uang Rp1,5 miliar dari Bank Mega, Kendari, staf PT SBN membawa uang tersebut ke suatu tempat milik atasannya, tersangka Hasmun Hamzah.

Hasmun, lanjutnya, menambah uang sebesar Rp1,5 miliar sehingga secara keseluruhan berjumlah Rp2,8 miliar dengan pecahanan Rp50.000 yang dikemas dalam sebuah kardus. Pada malam hari, uang tersebut dibawa oleh seseorang berinisial W ke sebuah tanah lapang yang telah disepakati oleh Hasmun maupun Adriatama.

Di tempat itu, katanya, W kemudian memindahkan kardus berisi uang ke mobil milik K, perantara lainnya sekira pukul 23.00 WITA. Agar tidak memancing kecurigaan, saat pemindahan karus berisi uang, lampu mobil dipadamkan. K kemudian membawa uang tersebut ke rumah orang kepercayaan Walikota Kendari berinisial I yang ketika itu tengah berada di Jakarta.

I, tutur Basaria, kemudian menghubungi S agar menerima uang tersebut. Bersama K, S kemudian mengganti kardus pembungkus ke dalam kardus lain dan menyimpan uang tersebut di kamar milik I. Atas perintah Adriatama, uang tersebut tetap disimpan di lokasi itu hingga petugas KPK mendatangi rumah tesebut dan melakukan penyitaan.

Hasmun Hamzah diketahui merupakan Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara yang kerap menangani proyek infrastruktur di Kota Kendari sejak 2012. pada 2018, perusahaan ini memenangi tender proyek tahun jamak pembangunan jalan di Kota Kendari senilai Rp60 miliar. Sementara Adriatama Dwi Putra merupakan anak dari Walikota sebelumnya, Asrun.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan  pemberian uang sebesar Rp2,8 miliar ini bermula ketika calon Gubernur Sulawesi Tenggara Asrun yang merupakan Walikota Kendari periode 2007-2017 meminta Fatmawati Faqih, orang kepercayaan Asrun kepercayaannya untuk meminta uang kepada Hasmun.

“FF [Fatmawati Faqih] merupakan mantan Kepala BPKAD Kendari mengatakan kepada Hasmun  biaya kampanye semakin mahal,” ujar Basaria.

Dia melanjutkan, Hasmun kemudian memerintahkan anak buahnya untuk mencairkan tabungan Bank Mega sebesar Rp1,5 miliar pada Senin (26/2/2018). Uang tersebut kemudian digabungkan dengan Rp1,3 miliar yang merupakan uang kas PT Sarana Bangun Nusantara yang kemudian diserahkan kepada Adriatama Dwi Putra dan diteruskan kepada ayahnya.

“Uang sebesar Rp2,8 miliar tersebut telah digunakan dan penyidik mengamankan buku rekening yang berisi informasi pencairan uang serta mobil yang digunakan untuk membawa uang tersebut,” lanjutnya.

Sejauh ini, lanjut Basaria, KPK telah menetapkan Hasnun Hamzah sebagai tersangka. Sebagai pihak pemberi, dia dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang (UU) No. 31/1999 yang diperbaharui dalam UU No.20/2004 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara itu, Adriatama, Asrun dan Fatmawati dijerat dengan Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b UU No. 31/1999 yang diperbaharui dalam UU No.20/2004 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper