Bisnis.com, JAKARTA — Salah satu saksi di persidangan kasus korupsi dengan terdakwa Syahrul Yasin Limpo atau SYL mengungkap adanya penggunaan uang negara untuk membiayai kebutuhan pribadi mantan Menteri Pertanian (Mentan) tersebut.
Saksi itu yakni Sub Koordinator Pemeliharaan Biro Umum dan Pengadaan Kementan Ignatius Agus Hendarto, yang dihadirkan oleh tim jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada persidangan hari ini, Senin (6/5/2024), di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Ignatius mengungkap melalui kesaksiannya bahwa uang Kementan di bawah kepemimpinan SYL turut digunakan untuk merenovasi rumah yang diduga milik pribadinya di Limo, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Awalnya, Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh bertanya kepada Ignatius perihal rumah pribadi yang diduga milik SYL di Jalan Limo. Saksi tidak bisa memastikan apabila rumah itu dimiliki oleh SYL atau keluarganya.
Meski demikian, Ignatius menyebut adanya renovasi yang dilakukan olehnya di rumah Limo tersebut. Kegiatan perbaikan rumah itu dibiayai dengan anggaran Kementan menggunakan surat pertanggungjawaban (SPJ).
"Itu di-SPJ-kan Yang Mulia," ujar Ignatius usai ditanya Hakim Rianto.
Baca Juga
"Renovasi rumah jabatan menteri atau rumah pribadi menteri?," balas Hakim Rianto.
"Ya disebutnya di situ rumah jabatan akhirnya, Yang Mulia," jawab Ignatius.
Kemudian, Ignatius tidak mengingat berapa nilai yang yang digunakan untuk merenovasi rumah di Limo pada 2022. Namun, dia mengatakan biayanya tidak sampai miliaran rupiah dan ada juga yang ditebus menggunakan reimbursement.
Adapun empat orang saksi yang dihadirkan tim jaksa hari ini yaitu Kepala Sub Bagian Rumah Tangga Pimpinan Kementan Raden Kiky Mulya Putra; Admin Keuangan Sub Koordinator Rumah Tangga Pimpinan Kementan Aris Andrianto; Sub Koordinator Pemeliharaan Biro Umum dan Pengadaan Kementan Ignatius Agus Hendarto dan Koordinator Kearsipan dan Tata Usaha Biro Umum Kementan Rezki Yudistira Saleh.
Sebelumnya jaksa KPK mendakwa SYL, mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Kasdi Subagyono, mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi di lingkungan Kementan.
Ketiganya didakwa menikmati total uang hasil pemerasan hingga Rp44,54 miliar selama periode 2020-2023. Jaksa lalu menyebut SYL, Kasdi dan Hatta sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara memaksa sejumlah pejabat eselon I Kementan dan jajaran di bawahnya untuk memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi para terdakwa.
Ketiganya juga didakwa menerima gratifikasi mencapai Rp40,64 miliar pada periode yang sama. Dakwaan gratifikasi itu merupakan dakwaan ketiga yang dilayangkan kepada SYL, Kasdi dan Hatta.