Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DPR Endus Peran Cukong di Balik Pembentukan Daerah Otonom Baru

Komisi II DPR mencium keterlibatan para pemodal di balik usulan pembentukan daerah otonom baru.
Ilustrasi - Otonomi daerah/Istimewa
Ilustrasi - Otonomi daerah/Istimewa

Kabar24.com, JAKARTA – Komisi II DPR mencium keterlibatan para pemodal di balik usulan pembentukan daerah otonom baru.

Anggota Komisi II DPR Komarudin Watubun menilai wajar apabila pemerintah khawatir dengan usulan pemekaran daerah. Pasalnya, ada indikasi bahwa pengusulan calon daerah otonom baru (DOB) diotaki segelintir pihak bermotif ekonomi.

“Banyak pemekaran sekarang dibiayai pemodal. Tanah dibeli habis, pejabat juga sudah disiapkan. Begitu dimekarkan nanti diambil alih,” katanya saat audiensi Komisi II DPR dengan DPRD Maluku di Jakarta, Rabu (7/2/2018).

Komarudin tidak menjelaskan detail DOB mana yang terindikasi menjadi obyek mainan para pemodal. Namun, dia mewanti-wanti para pengusul pemekaran tidak disusupi apalagi dikendalikan oleh para cukong.

“Tujuan pemekaran itu adalah untuk mencapai kesejahteraan. Jadi harus bebas dari kepentingan kelompok, pengusaha,” ujar Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.

Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, sepanjang 1999-2014 terdapat 223 DOB di seluruh Indonesia.

Rinciannya, 8 provinsi, 181 kabupaten, dan 34 kota. Sayangnya, mayoritas daerah hasil pemekaran belum dianggap berhasil sehingga pemerintah pusat pun memoratorium pembentukan DOB sampai saat ini.

Komarudin memahami bila keterbatasan anggaran menjadi salah satu pertimbangan menunda pemekaran. Apalagi, dia melihat pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla lebih mengalokasikan anggaran ke sektor pembangunan infrastruktur.

Meski demikian, pria asal Maluku ini meminta pemerintah tidak menyeragamkan moratorium di seluruh regional. Di Indonesia Timur, misalnya, parameter jumlah penduduk tidak dapat dijadikan syarat untuk membentuk DOB sebagaimana berlaku bagi Indonesia Barat.

“Kalau tidak dimekarkan, tak ada jalan keluar dari hidup susah yang mereka alami. Jadi harus melihat konteks Indonesia Raya sehingga punya rasa bahwa tak semua wilayah menikmati pembangunan.”

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper