Kabar24.com, JAKARTA – Para pemimpin Palestina menyerukan Presiden Otoritas Nasional Palestina Mahmoud Abbas untuk mencabut pengakuan atas Israel dan memutuskan kerja sama keamanan, sebagai respon atas pengakuan Amerika Serikat (AS) terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Menurut sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada akhir konferensi yang berlangsung dua hari di Tepi Barat kota Ramallah, Dewan Pusat Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) menyatakan bahwa mereka seharusnya tidak lagi terikat oleh kesepakatan damai Oslo tahun 1993 dan bahwa para pemimpinnya tidak akan pernah mengakui Israel sebagai negara Yahudi.
Sekadar informasi, perjanjian Oslo yang ditandatangani pada tahun 1993 menjadi landasan rencana solusi antara Israel dan Palestina. Salah satu bagian penting dari perjanjian itu adalah wewenang pemerintahan otoritas Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza serta sebagai timbal baliknya adalah pengakuan hak Israel untuk tetap eksis.
Warga Palestina ditegaskan akan kembali mengupayakan pengakuan status kenegaraan secara penuh dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.
“Tujuan langsungnya adalah independensi negara Palestina, dengan pengalihan dari status otoritas dengan pemerintahan sendiri ke status kedaulatan,” tulis pernyataan tersebut, seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (16/1/2018).
Warga Palestina juga dinyatakan akan mengembalikan pengakuan mereka atas Israel saat Israel menerima Palestina sebagai sebuah negara.
Presiden Mahmoud Abbas diketahui telah memutuskan kontak diplomatik dengan AS sejak Presiden Donald Trump mengumumkan pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan berencana untuk memindahkan kedutaan besar Amerika ke kota itu dari Tel Aviv.
Padahal, warga Palestina melihat Yerusalem timur sebagai ibu kota negara masa depan mereka sendiri dan telah lama meminta AS dan negara-negara lain untuk menolak klaim Israel atas seluruh kota tersebut.
Abbas, yang akan mengambil keputusan akhir apakah akan melaksanakan rekomendasi dewan tersebut, membuka konferensi tersebut pada hari Minggu dengan menyatakan bahwa Palestina akan 'menampar balik' Trump dan berupaya menggantikan peran AS dengan negara lainnya dalam perundingan perdamaian di masa depan dengan Israel.
Membuka konferensi Komite Pusat Organisasi Pembebasan Palestina di Ramallah, Abbas mengkritik Trump karena mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan untuk mengusulkan pengurangan bantuan kepada warga Palestina.
Tindakan Trump disebut sebagai 'tamparan' bagi orang-orang Palestina. “Kami akan menampar balik,” tegasnya dalam suatu pidato di Istana Kepresidenan yang disiarkan secara langsung.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang sedang berkunjung ke India, tidak segera menanggapi tindakan dewan PLO tersebut. Sebelumnya dia mengutuk pidato Abbas, terutama pernyataannya bahwa Israel adalah 'proyek kolonial' yang tidak memiliki hubungan nyata dengan Yudaisme.
“Dia [Abbas] telah menunjukkan bahwa sumber konflik antara kami dan Palestina adalah penolakan mereka untuk mengakui negara Yahudi dengan perbatasan manapun,” ujar Netanyahu.
Sementara itu, dalam sebuah pesan di akun Twitternya pekan lalu, Trump mengatakan bahwa AS memberi ratusan juta dolar kepada Palestina setiap tahun namun tidak menerima penghormatan maupun apresiasi.
Duta Besar untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Nikki Haley, mengatakan bahwa pemerintah AS mempertimbangkan untuk memotong bantuan ke badan PBB yang menangani pengungsi Palestina.
Menurut sumber terkait, pemerintah AS sedang mengkaji sebuah usulan untuk mengirim kurang dari setengah pembayaran senilai US$125 juta seperti yang direncanakan dan menuntut agar negara-negara lain membayarkan lebih banyak.