Kabar24.com, JAKARTA - Profesi advokat saat ini mendapat sorotan tajam dan keprihatinan.
Pengajar hukum pidana Universitas Bung Karno Azmi Syahpura menilai pada fenomena advokat saat ini ada nilai-nilai yang hilang terkait fungsinya untuk menjaga kehormatan dan kewibawaan hukum serta martabat profesi.
"Profesi advokat juga berfungsi sebagai pendidik hukum. Pendidikan hukum adalah pendidikan kemanusiaan," katanya saat menanggapi pernyataan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menyebutkan 22 advokat sejak 2005 sampai sekarang terjerat UU Tindak Pidana Korupsi, di Jakarta, Minggu (14/1/2018).
Seharusnya, kata Azmi Syahputra, advokat itu meluruskan persoalan hukum kliennya agar kembali pada makna tercapainya tujuan hukum dan nilai-nilai kemanusiaan.
"Ini yang hilang dan bablas dalam menjalankan profesi advokat, kebanyakan malah kini jadi keliru bahkan melakukan hal yang bertentangan dengan etika dan nilai nilai keluhuran profesi sampai merekayasa, kesaksian palsu bahkan menggelapkan fakta," katanya.
Ia menambahkan di sinilah, makna etika seharusnya menjadi samudera hukum dengan memiliki keseimbangan kepentingan.
Baca Juga
"Jadi hak imunitas dalam Pasal 16 UU Advokat tidak bisa menjadi tameng pembenar," katanya.
Hak imunitas itu, kata dia, berlaku sepanjang advokat mempertahankan kepentingan klien dengan itikad baik, proses yang jujur, yang tidak tidak bertentangan dengan undang-undang, nilai- nilai prinsip moral serta mengedepankan kepentingan bangsa yang lebih besar, paparnya.
Indonesia Corruption Wach mencatat sejak 2005 sampai sekarang sebanyak 22 advokat terjerat Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi di antaranya Frederich Yunadi, pengacara Setya Novanto.
"Dalam catatan ICW sedikitnya sudah ada 22 advokat dijerat dengan UU Tipikor," kata anggota Divisi Judicial Monitoring ICW, Emerson F Yuntho di Jakarta, Minggu.
Emerson menyebutkan ke-22 advokat itu, terdiri atas 16 advokat terlibat dalam kasus penyuapan, empat advokat dalam kasus merintangi penyidikan dan dua advokat memberikan keterangan yang tidak benar.
Dari data ICW, kasus yang melibatkan 22 advokat itu, mayoritas ditangani KPK sebanyak 16 orang, sisanya ditangani kejaksaan sebanyak lima orang dan kepolisian sebanyak satu orang.
"Hukuman paling tinggi untuk advokat yang terbukti bersalah adalah Haposan Hutagalung divonis 12 tahun penjara," katanya.
Haposan Hutagalung terlibat dalam mafia kasus Gayus Halomoan Tambunan dengan memberikan keterangan tidak benar asal usul harta Gayus, menyuap penyidik Polri Arafat Enanie dan Komisaris Jenderal Susno Duadji sewaktu menjabat sebagai Kepala Bareskrim Polri.
Kemudian OC Kaligis dalam perkara suap kepada hakim dan panitera PTUN Medan, Sumatera Utara pada 2015, di tingkat Peninjauan Kembali hukumannya menjadi tujuh tahun penjara.
Sedangkan Frederich Yunadi ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan menghalangi dan merintangi penyidikan kasus e-KTP dengan tersangka Setya Novanto pada 10 Januari 2018 dan saat ini sudah ditahan di KPK.