Bisnis.com,JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi mempersilakan organisasi profesi advokat dan dokter untuk melakukan penyelidikan kode etik terhadap dua tersangka pidana yang menghalangi penyidikan korupsi.
Pada Rabu (10/1/2018), Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan mengumumkan pihaknya menetapkan Fredrich Yunadi, mantan pengacara Setya Novanto serta dokter Bimaresh Sutarjo sebagai tersangka pidana menghalangi penyidikan korupsi pengadaan KTP elektronik.
“Silakan jika organisasi profesi ingin melakukan pemeriksaan kode etik. Kami hanya fokus pada perkara pidananya saja,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan perkara ini, pihaknya melakukan koordinasi dengan organisasi profesi yang menaungi kedua tersangka tersebut sehingga dia memastikan penetapan status tersangka itu sudah berdasarkan berbagai alat bukti yang cukup.
Fredrich Yunadi dan dokter Bimaresh Sutarjo diduga bekerja sama memasukkan tersangka Setya Novanto ke Rumah Sakit Medika Permata Hijau, untuk menjalani rawat inap dengan data medis yang diduga dimanipulasi untuk menghindarkan tersangka dari panggilan dan pemeriksaan oleh penyidik KPK.
Dia melanjutkan, beberapa jam sebelum Setya Novanto dirawat karena kecelakaan lalu lintas pada 16 November 2017, Fredrich Yunadi diduga datang ke rumah sakit tersebut dan berkoordinasi dengan pengelola. KPK memperoleh informasi salah seorang dokter di rumah sakit tersebut mendapatkan telepon dari seorang pengacara Setya Novanto bahwa politisi tersebut akan dirawat pukul 21.00 WIB dan meminta kamar perawatan VIP. Tidak hanya itu, seluruh ruang perawatan di lantai yang sama juga turut dipesan oleh pengacara tersebut.
“Padahal belum diketahui sakit apa, tapi sudah dipesan VIP dan booking satu lantai. Akibat tindakan mereka, penyidik terkendala informasi tentang kecelakaan dan tindak lanjut rawat medis di Medika Permata Hijau,” jelasnya.
Dalam penyelidikan perkara ini, KPK telah memeriksa 35 orang saksi dan ahli sebelum menaikkan status perkara ke tahap penyidikan pada 5 Januari 2018 setelah sebelumnya pada 8 Desember 2017 melakukan pencekalan terhadap empat orang di antaranya Fredrich Yunadi.