Kabar24.com, JAKARTA - Perusahaan kemasan plastik dan karton PT Dwi Aneka Jaya Kemasindo Tbk resmi pailit melalui ketukan palu majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Perusahaan publik bersandi saham DAJK ini terbukti melanggar perjanjian perdamaian dengan salah satu krediturnya PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Ketua majelis hakim Marulak Purba mengatakan DAJK selaku debitur telah melakukan wanprestasi. Debitur lalai dalam melaksanakan isi perjanjian perdamaian yang telah disahkan atau dihomologasi antara debitur dan para krediturnya.
Oleh karena itu, Marulak menilai pembatalan perdamaian oleh bank berkode BMRI patut dan layak untuk dikabulkan. "Mengabulkan permohonan pemohon [Bank Mandiri] untuk seluruhnya. Menyatakan PT Dwi Aneka Jaya Kemasindo Tb pailit dengan segala akibat hukumnya," katanya membacakan amar putusan, Rabu (22/11/2017).
Majelis juga menyatakan batal perjanjian perdamaian yang disahkan 31 Januari 2017 antara debitur dengan para krediturnya. Seiring dengan hal itu, majelis hakim mengangkat Abdul Kohar sebagai hakim pengawas kepailitan. Selanjutnya, majelis menunjuk dua kurator yakni Titik Kurniawati Soebagjo dan Rio Simanjuntak.
Perkara ini berawal dari upaya BMRI membatalkan perjanjian perdamaian PT Dwi Aneka Jaya Kemasindo Tbk dengan para kreditur. Perkara ini terdaftar dengan No.7/Pdt.Sus-Gugatan Lain Lain/2017/PN.Jkt.Pst.
Kuasa hukum BMRI (kreditur) Farih Romdoni Putra meminta DAJK diputus pailit. Pasalnya, DAJK dinilai tidak menjalankan isi dari perjanjian perdamaian. Padahal, perjanjian perdamaian telah disahkan atau dihomogasi pada 31 Januari 2017. Hingga permohonan pembatalan diajukan, tuturnya, BMRI tidak menerima pembayaran sepersenpun.
Bank pelat merah yang dinahkodai oleh Kartika Wirjoatmodjo ini memegang tagihan sebesar Rp428,27 miliar. Atas piutang tersebut, BMRI memperoleh jaminan berupa aset tanah dan bangunan. Salah satunya yakni tanah di Subang. Farih meminta aset tersebut tidak dijual tanpa sepengetahuan pihak BMRI.
Dia menyayangkan DAJK tidak memiliki itikad baik untuk membayar utangnya yang cukup besar ke BMRI. Padahal DAJK diketahui telah membayar utang ke 13 kreditur. Mereka antara lain PT Standard Chartered Bank Indonesia, PT Bank DKI Jakarta, PT BRI Syariah, PT Dwi Maju, PT Gemilang Abadi Printing, PT Asian Bearindo Sejahtera, PT Antar Jaringan Sepanjang Jalan, PT Thema Artha Perkasa, Reza Printing dan CV Knoutindo.
"Ke BMRI belum ada satupun. Bunga nya saja deh yang dibayar. Itu pun juga enggak [dibayar]," ungkap Farih.
Total bunga tertunggak diklaim mencapai Rp4,18 miliar. Dia tidak peduli DAJK telah membayar utangnya ke kreditur-kreditur lain. Dalam UU Kepailitan dan PKPU mengatur siapapun kreditur berhak mengajukan pembatalan perdamaian jika merasa debitur tidak melakukan performa pembayaran.
Menurut BMRI, ada tiga hal yang telah dilanggar oleh DAJK dalam proposal perdamaiannya. Pertama, DAJK tidak membayar bunga tunai. Padahal, bunga tunai wajib dibayar dari tahun pertama dengan suku bunga 2% hingga tahun ke-8 dengan suku bunga 9%. Jatuh tempo bunga tunai pada 28 Februari 2017.
Selanjutnya, kewajiban lain yang tidak dipenuhi DAJK kepada BMRI yakni penambahan modal kerja dan penyerahan jaminan pribadi (personal guarantee). Penambahan modal kerja diklaim telah jatuh tempo pada 31 Juli 2017 sedangkan penyerahan jaminan jatuh waktu pada 14 Februari 2017.