Bisnis.com, JAKARTA - Undang-undang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang dinilai mendesak untuk diperbarui.
Beleid No.37/2004 ini mengatur tentang penyelesaian utang-piutang di ranah pengadilan niaga. Penyelesaian kewajiban ini dilakukan dengan jalur restrukturisasi utang dan atau proses kepailitan.
Dewan Penasehat Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) 2013-2016 Ricardo Simanjuntak mengatakan revisi undang-undang dilatarbelakangi oleh tidak sehatnya praktik PKPU dan Kepailitan.
Menurut Ricardo, proses kepailitan perusahaan adalah hal yang biasa. Namun membutuhkan sistem yang baik.
Sistem itulah yang harus diperbaiki di UU Kepailitan dan PKPU.
"Salah satu alasan UU Kepailitan dan PKPU mendesak diamandemen yakni isinya sudah tidak relevan dengan perkembangan bisnis," katanya dalam Forum Kajian Hukum Bisnis dan Kepailitan di Jakarta, Rabu (25/10/2017).
Oleh karena itu, tak ayal bahwa penyelesaian perkara kepailitan dalam kemudahan berusaha mengalami kemerosotan dari peringkat 76 ke 74 pada 2016. Hal ini terlihat dari indeks Ease of Doing Business yang dirilis World Bank.
Ricardo menyebutkan proses kepailitan sekarang cenderung menggangu daripada menyehatkan. Padahal tujuan pengajuan pailit adalah untuk menyehatkan keuangan dan menejemen perusahaan, bukan malah menimbulkan pro kontra antara debitur dan kreditur.
Ketua Dewan Pengawas Forum Kajian Hukum Bisnis dan Kepailitan Muhammad Ismak mengatakan UU Kepailitan dan PKPU telah menjalani masa tiga belas tahun.
Dia menilai terdapat banyak kekurangan yang diatur dalam UU tersebut. Terdapat beberapa pasal yang menjadi celah untuk melakukan praktik curang. Salah satunya mengenai kreditur yang sengaja mematikan kondisi perusahaan debitur.
Atau, debitur yang sengaja mempailitkan diri sendiri sehingga terhindar membayar utang.
"Aturan dalam undang-undang banyak yang multitafsir. Implikasinya berujung pada lahirnya putusan-putusan kontroversial," tuturnya.
Putusan kontroversial di pengadilan niaga, lanjutnya, mendegradasi kepercayaan masyarakat terhadap proses kepailitan.
Oleh karena itu, pasal penting yang perlu diubah yakni terkait pembuktian sederhana, pelaksanaan tugas kurator, perlindungan debitur dan kreditur, voting suara, sinkronisasi aturan kepailitan dan aturan lainnya serta pengaturan tentang tugas dan wewenang hakim pengawas.
Seperti diketahui, penyelesaian perkara kepailitan adalah satu dari 10 indikator kemudahan berusaha. Indikator lain yakni memulai usaha, perizinan pendirian bangunan, pembayaran pajak, akses perkreditan, penegakan kontrak, penyambungan listrik, perdagangan lintas negara dan perlindungan terhadap investor minioritas.