Kabar24.com, JAKARTA - Rencana pembentukan Densus Antikorupsi yang bernama resmi Densus Tipikor menimbulkan sejumlah pro dan kontra.
Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Tito Karnavian memilih tidak berkomentar saat ditanya soal pembentukan Densus Antikorupsi tersebut.
"Tentang Densus Tipikor, saya tidak ingin berkomentar dalam doorstop seperti ini, karena ini harus dijelaskan secara komprehensif," kata Jenderal Tito di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK), Jakarta, Kamis (19/10/2017), saat ditanya soal wacana pembentukan Densus Antikorupsi.
Ia mengatakan bahwa pihaknya nanti akan memberikan penjelasan secara lengkap kepada Menko Polhukam.
"Saya akan bertemu Menko Polhukam menjelaskan. Saya tidak ingin, jangan diadu-adu saya dengan komen lain yang sepotong-sepotong," katanya.
Wacana pembentukan Densus Antikorupsi kurang mendapat dukungan Wapres Jusuf Kalla.
Baca Juga
Kalla menilai belum ada urgensi pembentukan densus tersebut karena Polri sejauh ini telah melaksanakan fungsinya dengan baik serta adanya keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kalla menguraikan, ada enam institusi yang menjalankan fungsi pengawasan dan penegakan hukum, yaitu BPK, BPKP, Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, Kehakiman, dan KPK.
Apabila hal ini bertambah lagi, kata Wapres JK, maka dikhawatirkan kerja pemerintah hanya membuat laporan dan terjadi ketakutan berlebihan dalam proses pengambilan keputusan serta kebijakan pemerintah.
Rencananya Densus Antikorupsi akan diisi oleh 3.650 polisi. Para polisi yang bekerja di densus ini diwacanakan digaji setara penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Anggaran yang dibutuhkan untuk pembentukan Densus Antikorupsi mencapai Rp2,6 triliun. Densus ini nantinya berkantor di kompleks Polda Metro Jaya.
Polri menargetkan Densus Antikorupsi terbentuk pada akhir 2017 sehingga pada awal 2018 Densus bisa mulai bekerja.