Bisnis.com, JAKARTA – Kreditur masih memberikan nafas bagi PT First Anugerah Karya Wisata atau First Travel untuk mengupayakan perdamaian lewat penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).
Dalam rapat kreditur hari ini, Selasa (3/10/2017), secara aklamasi kreditur menyetujui tambahan waktu bagi First Travel untuk merevisi lagi proposal perdamaian. Pasalnya, waktu 45 hari PKPU sementara bakal segera habis.
Tambahan waktu itu dapat dipakai First Travel untuk memformulasi ulang cara penyelesaian utang-utangnya kepada para calon jemaah umrah maupun para vendor, seperti pihak katering. Jika tidak tercapai kesepakatan, First Travel bakal masuk dalam status pailit sesuai dengan UU No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.
Seluruh kreditur menyetujui perpanjangan selama 14 hari—30 hari kepada First Travel agar debitur kembali lagi merevisi proposal perdamaiannya.
“Saya mengingatkan dalam proposal harus dapat memberikan gambaran terjaminnya pelaksanaan perdamaian,” kata hakim pengawas PKPU First Travel Titiek Tedjaningsih.
Titiek berujar akan merekomendasikan hasil voting kepada majelis hakim pemutus. Nantinya majelis hakim pemutuslah yang menentukan jumlah hari perpanjangan. Adapun sidang penetapan perpanjangan PKPU tetap akan digelar pada 5 Oktober.
Salah satu pengurus PKPU Sexio Noor Sidqi mengatakan perpanjangan PKPU murni kemauan dari kreditur. Pasalnya, kedua proposal yang disuguhkan debitur sama buruknya.
Dia meminta perjanjian kerja sama apapun antara debitur dan investor harus dituangkan dalam proposal perdamain. “Jangan hanya diucapkan verbal dalam rapat.”
Dalam proposal First Travel yang disampaikan kemarin, debitur merombak isi rencana perdamaian meskipun ditanggapi dingin oleh kreditur.
Dalam proposal kedua yang diperoleh Bisnis, debitur menuliskan sejumlah poin pengembalian utang.
Pertama, perusahaan akan berusaha sebaik-baiknya untuk mendapatkan investasi modal dari pihak ketiga dalam 5 bulan sejak proposal perdamaian berlaku efektif.
Kedua, untuk mendapatkan dana tambahan, debitur akan menjual aset-aset yang tidak produktif. Aset yang dimaksud ialah aset yang disita oleh Bareskrim Mabes Polri dan aset yang dipegang oleh pihak ketiga.
Dana investor akan digunakan untuk membayar utang pajak, utang jasa dan utang vendor.
Ketiga, utang pajak akan dibayarkan ketika perusahaan mendapatkan dana yang cukup. Dengan begitu, debitur meminta masa tunggu atau grace period selama setahun setelah perjanjian disahkan atau homologasi.
Keempat, utang jasa akan dibagi menjadi dua kategori yaitu memberangkatkan jamaah umrah dan mengembalikan uang (refund). Pemberangkatan umrah akan dilakukan dengan sistem FIFO (first in, first out).
Sementara itu, pengembalian dana kepada calon jamaah akan dilakukan secara bertahap kepada kreditur dimulai pada Januari 2020 sampai Desember 2020.
Kelima, utang kepada vendor akan dibayar dengan cara diangsur setiap kali keberangkatan jamaah. Debitur mengklaim vendor-vendor yang menjadi kreditur First Travel akan tetap menjadi mitra perusahaan dalam memberangkatkan jamaah.
First Travel tercatat memiliki utang kepada 59.801 calon jemaah senilai Rp934,49 miliar.