Bisnis.com, JAKARTA — Minimnya pendaftaran paten yang datang dari pelaku lokal tak sekadar masalah inovasi dalam negeri yang masih terbatas, tetapi juga soal keseriusan pendaftar.
Wakil Sekjen Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI) Debbie Juliane Manurung membeberkan beberapa faktor apa saja tantangan bagi pelaku lokal yang ingin mengajukan hak paten atas temuannya.
Berawal dari menghadirkan inovasi yang benar-benar baru, mengandung langkah inventif dan dapat diterapkan pada industri. Menurutnya, persyaratan awal sudah dapat ditemui melalui dokumen paten.
Selanjutnya, perlu dipikirkan biaya riset yang tinggi ditambah dengan menyediakan biaya khusus, termasuk untuk program perlindungan patennya.
“Perlindungan paten tidak muncul dengan sendirinya, harus didaftarkan ke DJKI dan menunjuk konsultan untuk memberikan advise agar dapat perlindungan yang maksimal,” tuturnya ketika dihubungi Bisnis, Rabu (13/9/2017).
Debbie mengingatkan bahwa untuk mengajukan paten, prinsip kebaruan yang belum pernah diumumkan perlu benar-benar dipikirkan.
Disarankan penelusuran harus dilakukan berdasarkan paten atau publikasi akademis terkait dengan invensi yang ingin dilindungi. Akhirnya, waktu diberikannya paten juga memerlukan proses yang relatif lama.
Menurutnya, minimnya permohonan paten dalam negeri juga karena belum banyak pelaku yang benar-benar menikmati manfaatnya, sehingga kesadarannya masih kurang.
“Jumlah pelaku usaha masih kalah dengan negara-negara maju, akhirnya masalah paten belum menjadi prioritas,” katanya.
Berdasarkan pengalaman negara lain, besaran biaya untuk mendapatkan paten sudah diperhitungkan dari awal. Pasalnya, hak monopoli yang besar jika dilihat dari sudut pandang ekonomi.
Dia menambahkan atas alasan tersebut, negara tidak sembarangan memberikan persetujuan hak paten.