Kabar24.com, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) mendesak fraksi-fraksi di DPR RI membatalkan rencana pembangunan gedung baru DPR dan kenaikan anggaran pelesiran anggota Dewan yang dananya sudah tertuang dalam RAPBN 2018.
Koalisi tersebut terdiri dari Lingkar Madani (Lima), Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Komite Pemantau Legislatif (Kopel), Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Indonesia Budget Center (IBC), dan Komite Pemilih (Tepi) Indonesia.
Direktur Eksekutif IBC Roy Salam mengatakan sejak 2015 hingga 2017 DPR mendapat kucuran anggaran rata-rata Rp4,72 triliun atau 0,24% dari total belanja negara. Jumlah itu naik dari anggaran periode sebelumnya yang 0,18% dari total belanja negara.
Dari pagu anggaran DPR 2018 sebesar Rp5,7 triliun, usulan dana pengembangan kompleks Senayan mencapai Rp601,93 miliar yang terdiri dari Rp320,44 miliar untuk gedung baru dan Rp280 miliar untuk pembangunan alun-alun demokrasi.
Adapun tambahan anggaran kunjungan kerja ke luar negeri untuk tahun anggaran 2018 mencapai Rp413,98 miliar. Jika diperinci, dari jumlah itu, Rp246,68 miliar untuk kunjungan kerja pelaksanaan fungsi legislasi dan pengawasan dan Rp94,99 miliar guna pelaksanaan tugas diplomasi.
Adapun sisanya Rp70,3 miliar anggaran kunjungan kerja muhibah pimpinan DPR, Badan Urusan Rumah Tangga, dan Mahkamah Kehormatan Dewan. Dari total anggaran kunjungan kerja tersebut, naik 105% dibandingkan dengan anggaran 2017.
Dalam perkembangan lain, kinerja Dewan terus mendapat sorotan karena tidak sesuai harapan. Dalam 3 tahun masa sidang, DPR baru menyelesaikan pembahasan RUU sebanyak 28% atau 45 RUU dari target 160 RUU hingga 2019.
“Beberapa fraksi seperti PAN, PPP, Nasdem, PKS telah menyatakan ketidaksetujuannya atas rencana pembangunan gedung baru dan minta ditangguhkan bahkan PAN tegas menolak. Adanya penolakan frkasi harusnya ketua DPR menghentikan pembahasan anggaran gedung baru dalam RAPBN 2018,” ujarnya di gedung parlemen pada Kamis (7/9/2017).
Selain itu, lanjutnya, untuk penambahan ongkos ‘pelesiran’ ke luar negeri hal itu melukai rasa keadilan masyarakat. Dana gedung baru maupun kenaikan anggaran kunjungan kerja dinilai bisa dialihkan pada pembangunan fasilitas umum yang lebih penting seperti memperbaiki sekolah tak layak di penjuru negeri.
Di sisi lain, pembangunan gedung baru dinilai koalisi masyarakat sipil akan menelan anggaran melebihi rencana awal bahkan hingga Rp950 miliar lebih. Hal itu berdasarkan ukuran yang diatur dalam Perpres Nomor 73 Tahun 2011 dan Peraturn Menteri PU No. 45/PRT/M/2007.
Terkait dengan hal itu, Direktur Eksekutif Lima Ray Rangkuti mengatakan permintaan anggaran pembangunan gedung baru dan penaikan ongkos kunjungan kerja tidak dibarengi dengan peningkatan kinerja anggota Dewan.
Dari hasil risetnya, kepuasan masyarakat akan kinerja anggota Dewan merosot. Hal itu terkait dengan tidak adanya pembangunan etika dan moral dalam berdemokrasi. Rangkuti menyebut hal itu bisa dilihat dari jumlah regulasi yang dilegislasi hingga kehadiran dalam rapat paripurna.
“Kami ingin mengingatkan tidak ada keinginan menghalangi DPR membangun fisik. Tapi di saat yang sama publik meminta DPR menegakkan moral dan etik berdemokrasi yang salah satu ukurannya soal kinerja. Tingkatkan dulu kepuasan public baru minta fasilitasnya dan bukan sebaliknya,” ujar Rangkuti.
Sementara itu, anggota dewan dari Fraksi PAN Yandri Susanto mengatakan pihaknya sudah sejak lama menolak pembangunan gedung baru, apalagi apartemen untuk tempat tinggal anggota Dewan di kompleks parlemen.
“Kami konsisten menolak karena tidak perlu dan pemborosan anggaran walaupun ada keperluan perbaikan fasilitas seperti toilet di fraksi atau lift yang sudah rusak. Jika ini ditolak, bisa menjadi kesempatan perbaikan kepercayaan di masyarakat terhadap anggota Dewan,” ujarnya.
Oleh karena itu, kata Yandri, sikap PAN di paripurna akan sama yakni tetap menolak. Pihaknya berharap hal ini dibatalkan oleh pemerintah sebelum diresmikan pada Oktober nanti.