Bisnis.com, JAKARTA — Anggota Komisi XI DPR, Nurhayati Ali Assegaf meminta agar sistem penggunaan anggaran di DPR dilakukan dengan sistem uang elektronik (e-money) guna meningkatkan transparan penggunaan anggaran.
Menurut politisi Partai Demokrat itu, penggunaan e-money diperlukan karena sistem yang transparan itu akan menjadi salah satu cara untuk menghindari praktik korupsi di parlemen. Penggunaan anggaran yang tidak transparan akan membuka ruang bagi praktik korupsi karena sulitnya dilakukan pengawasan, ujarnya.
Nurhayati mencontohkan ketika menggunakan anggaran untuk tugas ke luar negeri, dirinya diberi uang dalam bentuk dolar AS. Padahal, saat menggunakannya anggota DPR bisa saja menggunakan kartu kredit dan bisa juga dibelanjakan dalam bentuk rupiah.
Persoalan itu, ujarnya, membuat kerumitan dalam taransparansi anggaran. Belum lagi anggota DPR yang tidak tahu berapa besaran anggaran, namun harus menggunakan anggaran yang telah ditandatanganinya.
“Saya ingin e-money tidak diterapkan di masyarakat banyak saja, namun digunakan di DPR. Tidak ada lagi tandatangan duit satu atau dua juta,” ujarnya dalam diskusi bertema Korupsi dalam Sistem Anggaran DPR di Gedung DPR, Selasa (8/5).
Sementara itu, politisi PDIP Hendrawan Supratikno mengatakan maraknya praktik korupsi termasuk di DPR adalah akibat perubahan sistem demokrasi. Dia mengakui adanya perubahan demokrasi liberal di Indonesia yang berubah secara perlahan menjadi demokrasi transaksional .
Munculnya demokrasi transksional itu tidak terlepas dari biaya politik yang mahal. Mahalnya biaya politik itu, ujarnya, membuat calon anggota legislatif harus menghabiskan banyak uang untuk membeli suara pemilih.
“Ini semua terjadi karena sistem demokrasi kita secara pelan-pelan berubah menjadi demokrasi transaksional,” ujarnya.