Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OTT Bengkulu: MA Ambil Peran Sokong KPK

Mahkamah Agung berperan penting dengan memasok informasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi sebelum melakukan operasi tangkap tangan di Bengkulu.
Panitera Pengganti Pengadilan Negeri dan Tipikor Kelas Bengkulu Hendra Kurniawan digiring petugas ke gedung KPK di Jakarta pada Kamis (7/9/2017)./Antara-Hafidz Mubarak
Panitera Pengganti Pengadilan Negeri dan Tipikor Kelas Bengkulu Hendra Kurniawan digiring petugas ke gedung KPK di Jakarta pada Kamis (7/9/2017)./Antara-Hafidz Mubarak

Kabar24.com, JAKARTA - Mahkamah Agung berperan penting dengan memasok informasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi sebelum melakukan operasi tangkap tangan di Bengkulu.

Sunarto, Ketua Muda Bidang Pengawasan Internal MA mengungkapkan instansinya memiliki Peraturan MA No.9/2016 yang memberi mekanisme whistle blower bagi para pegawai di peradilan untuk melaporkan rekannya yang terindikasi melakukan pelanggaran.

“Setelah itu, kami terjunkan tim pemantau yang memang telah dilatih oleh KPK. Jika kami temukan indikasinya mengarah ke suap atau korupsi, kami teruskan ke yang berwenang dalam hal ini KPK karena MA tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penahanan,” ujarnya di Gedung KPK Jakarta pada Kamis (7/9/2017) malam.

Operasi tangkap tangan (OTT) yang terjadi di Bengkulu pada Rabu (6/9/2017) dan Kamis dan menjerat seorang hakim, menurutnya, juga tidak lepas dari andil tim pemantau tersebut yang disiapkan secara khusus dalam rangka pembenahan internal di lingkungan MA.

Ketua KPK Agus Rahardjo mengungkapkan kasus suap tersebut bermula dari persidangan kasus korupsi pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah Bengkulu dengan terdakwa Wilson yang dituntut hukuman 1 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp20 juta.

Beberapa kerabat terdakwa salah satunya Syuhadatul Islamy kemudian melakukan pendekatan kepada Hendra Kurniawan, panitera pengganti Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bengkulu agar majelis hakim memberikan keringanan hukuman.

“Mereka tidak mengenal HKU [Hendra Kurniawan] sehingga meminta bantuan DHN [Dahniar], penisiunan panitera pengganti yang juga masih kerabat mereka. sampai saat ini dia masih berstatus sebagai saksi. HKU kemudian meneruskan informasi kepada hakim DSU [Dewi Suryana],” ujarnya.

Dewi Suryana dan Hendra Kurniawan kemudian terlibat dalam tawar menawar dengan Syuhadatul Islamy sehingga tercapai kesepakatan pemberian uang Rp125 juta. Saat proses tawar menawar, pihak keluarga meminta Wilson hanya divonis setahun penjara dan pihak hakim serta panitera pengganti meminta tambahan uang namun tidak disanggupi oleh pihak keluarga.

Dia menjelaskan pihak keluarga kemudian menjual mobil milik Wilson dengan harga Rp150 juta. Uang tersebut kemudian disimpan dalam rekening Bank Tabungan Negara (BTN) atas nama Syuhadatul Islamy.

Saat pembacaan putusan 14 Agustus 2017, Wilson divonis hukuman 1 tahun 3 bulan penjara dan denda Rp50 juta. Akan tetapi transaksi penyerahan uang dilakukan pada 5 September 2017 setelah kedua belah pihak menilai situasi telah aman.

Dahniar dibekuk tim KPK di rumahnya pada Rabu malam sekira pukul 21.00 WIB. Saat itu tim menemukan kuitansi bertuliskan panjar pembelian mobil yang diduga merupakan upaya menyamarkan transaksi pemberian uang tersebut serta uang Rp75 juta yang diduga merupakan sisa uang pemberian dari pihak Syuhadatul Islamy.

Beberapa jam kemudian, berturut-turut tim membekuk Hendra Kurniawan dan Dewi Suryana di kediaman masing-masing. Di rumah Dewi, tim mengamankan uang tunai sebanyak Rp40 juta yang dibungkus kertas koran dan disimpan pada tas plastik berwarna hitam.

“Pada Kamis siang, kami amankan SI [Syuhadatul Islamy] di Hotel Santika, Bogor,” tambahnya.

Komisioner KPK Basaria Panjaitan mengatakan atas perbuatan mereka, Dewi Suryana dan Hendra Kurniawan dijerat dengan Pasal pasal 12 huruf c dan/atau Pasal 11 Undang-undang (UU) No.31/1999 sebagaimana telah diperbaharui dalam UU No.20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Sementara itu Syuhadatul Islamy sebagai pihak pemberi dijerat dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau b dan/atau Pasal 13 UU yang sama.

Sunarto menambahkan Dewi Suryana dan Hendra Kurniawan langsung diberhentikan sementara sementara ketua Pengadilan Negeri Bengkulu serta panitera pada pengadilan tersebut juga dinonaktifkan sambil menanti pemeriksaan internal dari MA.

“Kalau terbukti ketua PN dan panitera tidak melakukan pembinaan dan pengawsan kepada bawahannya, kami akan mencopot mereka secara permanen. Tapi, kalau mereka sudah melakukan, jabatan mereka dipulihkan,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper