Kabar24.com, JAKARTA - Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo kembali dibuat kecewa karena korupsi di lingkungan tugasnya.
Setelah OTT di Kemendes, kini Menteri Desa harus menerima fakta terjadi OTT terkait Dana Desa.
Eko mengungkapkan kekecewaannya atas keterlibatan unsur pemerintah daerah dalam korupsi dana desa di Kabupaten Pamekasan,Jawa Timur.
“Saya sangat menyesalkan kejadian ini. Kalau korupsi ya harus ditindak tegas. agar ada efek jera bagi yang lainnya."ujar Eko,Minggu (6/8/2017).
Menurut Eko, korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang merusak tatanan berbangsa dan bernegara sebab dengan korupsi negara menjadi rusak dan masyarakat yang akan menjadi korbannya. Karena itu, praktik korupsi harus diperangi secara bersama-sama oleh seluruh elemen masyarakat.
Dia meminta kepada masyarakat untuk tidak takut melaporkan setiap indikasi penyelewengan dana desa, laporannya bisa kepada satuan tugas dana desa maupun menghubungi call center Kementerian Desa PDT dan Transmigrasi di nomor 1500040.
Baca Juga
Pemerintah, lanjutnya, pasti akan menindaklanjuti setiap laporan tersebut.
“Masyarakat jangan takut melaporkan sebab pengawasan dana desa akan lebih efektif dengan bantuan pengawasan dari semua unsur masyarakat,” paparnya.
Dia mencontohkan, kejadian penyelewengan dana desa di Pamekasan itu bisa terungkap berawal dari masyarakat dan laporan pendamping desa ke penegak hukum terhadap adanya indikasi penyelewengan dana desa.
“Saya mengapresiasi KPK dan penegak hukum lainnya yang menangani kasus ini dengan cepat sehingga tidak terjadi pembiaran sehingga bisa dapat menjadi pelajaran bagi pemangku desa lainnya agar tidak main-main dalam mengelola dana desa.” tambahnya.
Untuk itu dia mengingatkan kepada semua pemangku kepentingan terhadap desa dan dana desa agar tidak main-main lagi dalam pengelolaan dana desa karena pemerintah akan mengawasi dengan ketat.
Selain oleh aparat penegak hukum dan KPK pemerintah juga mempunyai banyak satgas untuk pengawasan dana desa. Disamping juga pemerintah melibatkan LSM, masyarakat dan media.
“Saya minta jangan main-main lagi dalam pengelolaan dana desa, setiap penyelewengan dana desa sekarang pasti akan dapat kami ketahui secara mudah,” pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam operasi tangkap tangan di Pamekasan, Madura.
Kelima tersangka itu adalah Ahmad Syafii, Bupati Pamekasan, Rudi Indra Prasetya, Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan, Sutjipto Utomo, Kepala Inspektorat Daerah Pamekasan, Agus Mulyadi, Kepala Desa Dassok, serta Noer Solehhoddin, Kepala Bagian Administrasi Inspektorat Daerah Pamekasan.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhamad Syarif mengatakan bahwa kasus ini bermula dari laporan dugaan penyimpangan proyek pembangunan jalan di Desa Dassok yang dianggarkan dari Dana Desa sebesar Rp100 juta. Laporan tersebut disampaikan oleh salah satu lembaga swadaya masyarakat ke Kejaksaan Negeri Pamekasan.
Menindaklanjuti laporan tersebut, Seksi Intelijen dan Pidana Khusus kemudian melakukan kegiatan pengumpulan bahan dan keterangan untuk menyelidiki kasus ini.
Mendengar dirinya tengah disorot oleh penegak hukum, Agus Mulyadi kemudian mengadu ke Sutjipto Utomo dan Ahmad Syafii.
“Setelah itu, Bupati menyuruh Inspektur untuk mengamankan kasus ini agar tidak ribut-ribut dan Kajari mengatakan bisa disetop kalau ada setoran Rp250 juta. Padahal nilai proyek hanya Rp100 juta,” ujarnya.
Menindaklanjuti hal tersebut, pada Rabu pagi, KPK mengamankan Sutjipto Utomo, Rudy Indra Prasetya, dan Noer Solehhoddin serta seorang supir di rumah dinas Kajari Pameksan.
Diduga saat itu terjadi penyerahan uang Rp250 juta dengan pecahan Rp100.000 dari Agus Mulyadi melalui Sutjipto.
Setelah itu petugas KPK mengamankan Sugeng, Kasi Intelijen dan Eka Hermawan, Kasi Pidana Khusus Kajari. Beberapa saat selanjutnya, tim juga mengamankan Agus Mulyadi di kediamannya, lalu M. Ridwan, Ketua Persatuan Kepala Desa Pamekasan.
Penyidik KPK kembali ke Kejari Pemakasan dan mengamankan Indra Permana, staf Kajari, dan akhirnya mendatangi Pendopo Kabupaten Pamekasan untuk mengamankan sang bupati.