Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah membuka kesempatan untuk duduk bersama dengan pelaku usaha terkait dengan penyusunan kebijakan pelaksanaan paten yang tercantum dalam Pasal 20 Undang-Undang No. 13/2016 tentang Paten.
Rancangan beleid yang disiapkan oleh Kementerian Hukum dan HAM sebagai penjelasan Pasal 20 tersebut, batal diajukan. Beleid yang rencananya berbentuk Peraturan Presiden ini, disusun ulang setelah pemerintah duduk bersama dengan pihak yang berkeberatan atas amanat UU Paten.
Direktur Paten, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST) dan Rahasia Dagang, Kementerian Hukum dan HAM Timbul Sinaga mengatakan dalam rapat terbatas di Sekretariat Negara, disepakati rancangan kebijakan bisa diajukan setelah dibahas bersama dengan pihak yang berkeberatan tentang Pasal 20 UU No. 13/2016.
Rencananya, Menteri Hukum dan HAM akan bertemu perwakilan American Chamber of Commerce, EU Chamber of Commerce, dan Japan Chamber pada Senin (7/8).
“Rancangan yang pertama dikembalikan, rencananya akan diajukan kembali setelah dibahas dahulu dengan rapat terbatas bersama pihak yang keberatan. Inginnya kami, jangan sampai implementasi kebijakan nasional, berseberangan dengan kebijakan internasional,” tuturnya kepada Bisnis, Kamis (3/8/2017).
Lahirnya UU No. 13/2016 sebagai pengganti UU No. 14/2001 ini, tidak hanya direspons positif, tetapi juga dihujani kritik, khususnya pihak asing. Terutama tentang beberapa pasal dalam UU Paten yang tidak sesuai dengan Paris Convention for the Protection of Industrial Property, atau Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS Agreement).
Salah satu respons yang masuk adalah dari Kamar Dagang Amerika Serikat di Indonesia (Amcham). Amcham merespons empat pasal dalam UU No.13/2016, a.l. Pasal 4 (kelayakan subjek paten), Pasal 20 (persyaratan pembuatan di dalam negeri), Pasal 78 (perjanjian komersial lisensi hak kekayaan intelektual) serta Pasal 82 – 120 (mengenai lisensi wajib).
Adanya poin-poin tersebut dikhawatirkan berimplikasi besar dalam membentuk persepsi global terhadap lingkungan inovasi berbasis KI, serta tingkat investasi yang terkait dengannya.
Menurut Timbul, Amanat Pasal 20 UU No.13/2016, sudah seirama dengan Pasal 7 TRIPS Agreement. Disebtukan perlindungan dan penegakan hak kekayaan intelektual harus berkontribusi pada promosi inovasi teknologi dan transfer dan diseminasi teknologi, untuk saling menguntungkan produsen dan pengguna teknologi.
Hanya saja, di dalam Pasal 27 hak paten yang diberikan dilarang diskriminasi terhadap tempat penemuan, di bidang teknologi, apakah produk tersebut diimpor ataupun diproduksi secara lokal.