Bisnis.com, JAKARTA — Masa restrukturisasi PT Kembang 88 Multifinance lewat Pengadilan Niaga Jakarta Pusat akhirnya dinyatakan berakhir.
Perusahaan pembiayaan kendaraan tersebut telah memanfaatkan waktu penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) selama 4,5 bulan. Kembang 88 (debitur) diputus PKPU pada 24 Februari 2017.
“Menyatakan masa penundaan kewajiban pembayaran utang PT Kembang 88 Multifinance berakhir,” ucap Ketua Majelis Hakim Wiwik Suhartono dalam sidang homologasi, Jumat (14/7/2017).
Dengan begitu, tambah Wiwik, rencana perdamaian telah disahkan dan mengikat secara hukum antara debitur dan kreditur. Debitur diminta menjalankan kewajibannya sesuai yang dijanjikan dalam proposal perdamaian.
Menanggapi hal ini, kubu debitur merasa lega karena PKPU berakhir damai. Perjalanan menuju perdamaian ini dianggap tidak mudah, apalagi dengan total utang debitur mencapai Rp1,5 triliun.
Debitur harus berulang kali merombak proposal perdamaian dan meyakinkan para kreditur yang mayoritas dari perbankan.
Baca Juga
Tidak hanya itu, Bisnis mencatat debitur telah menjalani tiga kali pemungutan suara atas proposal perdamaian. Hal ini dikarenakan adanya perubahan suara oleh kreditur, dari menolak menjadi menerima rencana damai.
Dari situ terlihat bahwa debitur berupaya menjalin kedekatan internal dengan para kreditur satu per satu. Alhasil, beberapa kreditur berbalik arah mendukung proposal perdamaian agar debitur tidak jatuh pailit.
Kreditur yang telah mengubah suaranya antara lain PT Bank J Trust Indonesia, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., dan PT BRI Syariah.
Direktur PT Kembang 88 Multifinance Robby Yahya mengucapkan terimakasih atas kepercayaan yang diberikan oleh para kreditur. Dalam pantauan Bisnis, Robby hampir tidak pernah absen dalam setiap agenda rapat kreditur dengan didampingi kuasa hukumnya.
Kuasa hukum Kembang 88 Verry Sitorus berujar debitur akan berkomitmen menjalankan isi dari proposal perdamaian.
“Dengan homologasi ini, debitur akan menjalankan usahanya kembali untuk membayar kewajiban,” tuturnya kepada Bisnis.
Kuasa hukum PT Bank Negara Indonesia Tbk., Anggia Sekartaji mengatakan BBNI tidak berniat mematikan usaha debitur. Pihaknya memberikan kesempatan kepada debitur untuk going concern. Sehingga, hasil operasional usaha dapat digunakan untuk membayar utang.
“Yang penting janji dalam proposal perdamaian ditepati,” tuturnya.
Adapun BBNI memegang tagihan sebesar Rp168 miliar. Tagihan tersebut dijaminkan dengan fidusia berupa piutang debitur senilai Rp100-200 miliar. Oleh karena itu, suara persetujuan dari BBNI dibutuhkan debitur pada voting, untuk mencapai syarat 2/3 kuorum.
Pada agenda voting (5/7/2017), terdapat enam dari 11 kreditur separatis yang setuju terhadap proposal perdamaian. Keenaam kreditur separatis telah mewakili tagihan sebesar 81,36%.
Selain itu, proposal perdamaian juga disetujui oleh mayoritas kreditur konkuren. Lima dari enam kreditur konkuren yang hadir menyatakan setuju dan telah mewakili 83,33% tagihan.
Hasil voting telah sesuai dengan syarat diterimanya rencana perdamaian berdasarkan Pasal 281 huruf a dan b UU No.37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU.