Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual menanti terbitnya Peraturan Presiden terkait dengan penggunaan pelaksanaan paten, sebagai beleid yang akan memandu kewajiban pemegang paten dalam membuat produk.
Direktur Paten, DTLST, dan Rahasia Dagang Kemenkumham Timbul Sinaga mengatakan dalam Perpres tersebut akan disebutkan pembentukan tim yang akan merekomendasikan apakah pemilik paten dapat menunda pembuatan produknya, atau segera wajib diproduksi.
“Karena banyak pemegang paten, tidak memproduksinya di Tanah Air. Hadirnya UU No. 13/2016 tentang Paten langsung direspons oleh beberapa negara, terutama kewajiban memproduksi produk patennya,” tuturnya kepada Bisnis.com, Senin (5/6/2017).
Kehadiran perpres ini disebut juga sebagai penjabaran dari Pasal 20 UU No. 13/2016. Pasal tersebut menjelaskan tentang kewajiban pemegang paten dalam membuat produk atau menggunakan proses di Indonesia.
Selain itu, dalam membuat produk atau menggunakan proses produksi, harus menunjang transfer teknologi, penyerapan investasi dan/atau penyediaan lapangan kerja.
Dalam Perpres tersebut nantinya akan diatur tim yang akan memutuskan atau merekomendasi permintaan pemegang paten untuk menunda produksi. Tim yang dibentuk oleh Presiden ini, nantinya akan melihat alasan-alasan pemilik paten, apakah relevan untuk dikabulkan atau malah ditolak.
Timbul mengatakan beberapa negara merespon dan keberatan terkait dengan kewajiban produksi di dalam negeri, misalnya datang dari sektor farmasi. Menurutnya, pemegang paten sektor farmasi banyak yang tidak membuat produknya di Tanah Air dan memilih untuk impor.
“Mereka sudah benar, karena merespons dan menanyakan kejelasan. Kita pun punya kepentingan nasional, jadi harus diutamakan,” tambahnya.
Hak ekslusif yang dimiliki pemilik paten, dianggap menjadi salah satu indikator mengapa harga produk paten terbilang tinggi. Timbul mengatakan dengan memproduksinya di dalam negeri, ada kemungkinan harga terpangkas, dan juga memberikan nilai tambah lain bagi bangsa.
Pasal 20 UU No.13/2016 memang tidak dijelaskan secara khusus dengan beleid sejenis Peraturan Menteri, sehingga penjabarannya datang dari Perpres ini. Sebagai beleid turunan setingkat Permen, setidaknya disiapkan 14 draft sebagai regulasi turunan.