Kabar24.com, JAKARTA – Peningkatan status desa dari tertinggal menjadi berkembang dan dari berkembang menjadi mandiri sudah melebihi target RPJMN hingga 2019.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo mengatakan, hingga saat ini, sudah ada 11.000 desa yang sebelumnya berstatus tertinggal menjadi berkembang.
“Ini sudah lebih dari dua kali lipat dari target di RPJMN hingga 2019 sekitar 5.000 desa,” katanya saat berkunjung ke kantor Bisnis Indonesia, hari ini, Jumat (5/5/2017).
Untuk pengentasan desa dari status berkembang menjadi mandiri sudah mencapai 7.000, naik tiga kali lipat dari target 2.000 desa dalam RPJMN.
Eko berpendapat hal ini terwujud karena sudah adanya komitmen dari pemerintah pusat terkait pengucuran dana desa mulai 2015.
Dengan adanya peningkatan status desa tersebut, pihaknya berharap agar ada sumber-sumber ekonomi baru dari desa yang mampu berkontribusi besar pada produk domestik bruto secara nasional.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi akan mengusulkan perubahan persentase formula yang digunakan untuk penjatahan alokasi dana desa.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo mengatakan, akan mengusulkan perubahan persentase formula dari yang berlaku saat ini 90%:10% menjadi 50%:50%.
“[Pembahasan] belum selesai. Usulan 50% fixed karena sama dengan [pagu] dana desa sekarang. 50% insentif jika mengikuti mau kita,” katanya, Jumat (5/5/2017).
Hal ini, sambungnya, dilakukan agar desa bisa memanfaatkan guyuran dana sesuai dengan sasaran. Variabel yang akan digunakan untuk mengukur alokasi 50%, sambungnya, akan ditambah beberapa aspek yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas.
Beberapa di antaranya yakni pengembangan produk unggulan desa (prudes) dan produk unggulan kawasan perdesaan (prukades), BUM Desa, pembangunan embung, dan pembangunan sarana olahraga desa.
Dalam formula yang berlaku saat ini, sebesar 90% alokasi dana desa dibagi secara merata kepada setiap kabupaten/kota. Sisanya, 10% dihitung berdasarkan variabel-variabel tertentu seperti angka kemiskinan dan tingkat kesulitan geografis.
Padahal, dalam catatan Bisnis.com, formulasi 90%:10% sebelumnya dipilih, karena mempertimbangkan rasio penerima dana desa terkecil dan terbesar paling rendah yakni 1:3,9.
Menteri Desa Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjoyo menuturkan, tujuan pembangunan desa ialah meningkatkan kualitas hidup masyakat desa.
Menurutnya, pembangunan infrastruktur yang menggunakan dana desa dilakukan secara gotong-royong, sehingga bisa sedikit menekan biaya konstruksi.
"Hasil survei kami dua kali memberikan hasil yang konsisten. Tugas kami mengentaskan 5.000 desa tertinggal menjadi desa berkembang, sekarang sudah ada 11.000 desa yang berkembang, lebih dari target tatapi harus terus dipercepat," ujarnya, Jumat (5/5/2017).
Adapun data Kemendesa PDTT mencatat keberhasilan dana desa 2016 hingga 3 Maret 2017 antara lain berhasil membangun jalan desa 66.880 km, jembatan 511,9 km, membangun 1.819 unit pasar, mengembangkan 16.295 unit fasilitas air bersih.
Selain itu, dana desa juga tercatat mampu membangun 686 embung, 3.133 unit Polindes, 37.368 MCK, 1.373 unit tambatan perahu dan masih banyak lagi.
"Embung diperlukan untuk meningkatkan produksi pertanian. Selain itu 37% anak-akan kita masih kekurangan gizi, embung bisa diisi ikan dikelola oleh BUMDes untuk perbaikan gizi masyarakat," jelasnya.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo mengatakan penyelenggaraan dana desa tergolong sangat ketat karena banyaknya pengawasan yang dilakukan.
“Dari alokasi keuangan negara ini, dana desa paling baik karena yang mengawasi banyak. Ada persoalan sedikit langsung muncul highlight,” katanya saat berkunjung ke kantor Bisnis Indonesia, hari ini, Jumat (5/5/2017).
Beberapa pengawasan salah satunya dari penegak hukum. Selain itu, kementeriannya juga membuat satgas dana desa. Begitu pula dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri.
Ada pula pengawasan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pengawas Keuangan (BPK), serta Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) yang khusus menangani dana desa.
“Dan yang paling penting itu pengawasan dari NGO, media, dan masyarakat. Laporan semua satgas sejauh ini ada 900 laporan. Sebanyak 200 laporan saya serahkan ke KPK karena berkaitan dengan penyelenggaraan negara,167 saya serahkan ke polisi, karena bukan berkaitan penyelenggaran negara. Namun, hanya 67 yang maju ke meja hijau. Itu relatif kecil dibandingan jumlah desa 74.910,” jelasnya
Rata-rata dana desa yang diperoleh tiap desa pada tahun depan sekitar Rp1,4 miliar.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo mengatakan alokasi dana desa pada tahun depan direncanakan mencapai Rp120 triliun, naik dua kali lipat dari alokasi tahun ini sekitar Rp60 triliun.
“Tahun ini rata-rata per desa menerima Rp800,4 juta, tahun depan mencapai Rp1,4 miliar,” ujarnya saat berkunjung ke kantor Bisnis Indonesia, hari ini, Jumat (5/5/2017).
Semakin besarnya alokasi dana desa, sambung dia, harus mampu membawa dampak yang signifikan dalam peningkatan produktivitas dan pemerataan pembangunan.
Oleh karena itu, dibutuhkan upaya refocusing pemanfaatan dana desa untuk mendukung produktivitas desa. Hal ini dilakukan dengan pengembangan produk unggulan desa (prudes) dan produk unggulan kawasan perdesaan (prukades), BUM Desa, Pembangunan Embung, dan Pembangunan Sarana Olahraga Desa.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo berpandangan membangun desa tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Hal ini sampaikan dalam kunjungannya ke kantor Bisnis Indonesia, hari ini, Jumat (5/5/2017). Menurutnya, ada tantangan yang cukup besar terutama dari sisi sumber daya manusia yang ada di setiap desa.
“Mayoritas [penduduk] hanya tamatan SD dan SMP. Sebanyak 50% desa kita masih masuk kategori tertinggal,” ujarnya.
Selain itu, ada masalah infrastruktur yang belum memadai sehingga tidak cukup mampu memunculkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Hal ini, sambungnya, terlihat dari beberapa basic need seperti air bersih yang masih menjadi kendala.
Dalam kondisi ini, membuat harapan menjadi langkah awal karena selama ini banyak program cenderung gagal. Apalagi, di bawah Presiden Joko Widodo, pemerintah sudah mulai mengucurkan alokasi dana desa sekitar Rp20,98 triliun pada 2015.
“Padahal tahun itu keadaan ekonomi turun, keadaan keuangan negara juga ketat. Ini wujud komitmen,” katanya.