Kabar24.com, JAKARTA - Isu reshuffle atau perombakan kabinet kembali mencuat dalam pemerintahan Jokowi-JK.
Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing mengatakan pertimbangan perombakan kabinet sejatinya harus dilandasi enam poin penting.
"Pertama, menteri ke depan (sisa masa jabatan pemerintahan) harus lebih loyal kepada Presiden daripada ke partai. Sebab, sangat-sangat merugikan pemerintahan bila seorang menteri memiliki dua 'majikan'," ujar Emrus Sihombing di Jakarta, Selasa (25/4/2017).
Kedua, menteri yang akan running pada Pilkada 2018 dan Pilpres 2019. Sebab, bila tidak di-reshuffle, jabatan menteri berpeluang "dimanfaatkan" kepentingan politik pemilu.
"Ketiga, menteri yang terkait yang tidak mampu mengelola dan mengendalikan isu-isu 'miring' yang kontraproduktif di ruang publik. Fakta menunjukkan sampai saat ini, masih banyaknya wacana di sosial media yang mempertajam perbedaan dari segi SARA," ucapnya.
Wacana yang tidak produktif ini, ujarnya, berpotensi besar mengganggu pluralisme di Tanah Air, dan bisa berkembang menjadi ancaman potensial keutuhan NKRI serta kenyamanan di tengah masyarakat.
Baca Juga
Keempat, lanjutnya, terkait dengan yang ketiga, perlu dipercepat pembentukan Lembaga Pemantapan Nilai-Nilai Pancasila yang berada di bawah Presiden menangani wacana miring di ruang publik, seperti termuat pada poin tiga.
"Kelima, menteri yang berpeluang mengundurkan diri menjelang Pilpres 2019. Utamanya mereka yang dari partai politik, bukan pengusung pada Pilpres 2014," ujarnya.
Menurut Emrus, menteri yang mengundurkan diri tersebut sangat mengganggu kinerja pemerintahan pada sisa masa kerja, sekaligus berpeluang dimaknai sebagai upaya "penggembosan".
"Keenam, selain lima poin di atas, saya berpendapat, sebaiknya Presiden melakukan konsolidasi dengan partai yang mengusungnya pada Pilpres 2014 dalam melakukan reshuffle," imbuhnya.
Para partai pengusung dinilai lebih setia, bertanggung jawab dan turut memikul beban bila pemerintahan Jokowi-JK tidak optimal merealisasikan janji politik yaitu Nawacita dan Revolusi Mental.