Kabar24.com, JAKARTA - Hingga pukul 10.47 WIB, Kamis (20/4/2017) tim Jaksa Penuntut Umum masih membacakan kronologi kasus dugaan penodaan agama yang menempatkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai terdakwa.
Sidang Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang berlangsung di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, ini agendanya adalah pembacaan tuntutan. Sebelumnya, menjelang pilkada DKI 2017 putaran kedua, Polda Metro Jaya menerbitkan surat permintaan agar pembacaan tuntutan ditunda hingga setelah hari-h pemungutan suara.
"Jaksa sudah siap, tuntutan (hukuman, red) sudah selesai seluruhnya," kata Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Hasoloan Sianturi saat dikonfirmasi Antara di Jakarta, Kamis pagi.
Sebelumnya, Ali Mukartono, Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan kasus penodaan agama dengan terdakwa Ahok meminta jadwal pembacaan tuntutan hukuman terhadap terdakwa Ahok ditunda karena belum selesainya penyusunan tuntutan. Selain itu juga alasan Pilkada DKI Jakata, Rabu, 19 April kemarin.
"Memang sedianya persidangan hari ini agendanya adalah pembacaan surat tuntutan dari kami selaku Penuntut Umum, kami sudah berusaha sedemikian rupa bahwa ternyata waktu satu minggu tidak cukup atau kurang cukup bagi kami untuk menyusun surat tuntutan," kata Ali dalam lanjutan sidang Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (11/4).
Ia pun mewakili tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta maaf soal permintaan ditundanya sidang ke-18 bagi terdakwa Ahok tersebut.
Baca Juga
"Kami memohon waktu untuk pembacaan surat tuntutan karena kami tidak bisa bacakan hari ini," ucap Ali saat itu.
Terdakwa Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.
Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.