Kabar24.com, JAKARTA -- Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey menyatakan putusan Mahkamah Konstitusi terkait pembatalan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota oleh gubernur dan menteri tidak akan mengganggu proses deregulasi di daerah.
Menurut Olly, peraturan yang dinilai menghambat investasi di tingkat daerah masih dapat dicabut dengan kesepakatan bersama antara DPRD dan kepala daerah. Dengan begitu, deregulasi tetap berjalan meskipun pemerintah provinsi tidak lagi bisa menerbitkan keputusan gubernur untuk membatalkan aturan.
"Tidak harus ke MA. Kalau merasa menghambat ya bicara dengan DPR daerah, kita batalin lagi perdanya. Tidak ada hambatan," katanya, di Kantor Wakil Presiden usai melaporkan persiapan Hari Kerukunan Nasional yang akan diselenggarakan di Sulawesi Utara, Kamis (6/4/2017).
Olly mengatakan komunikasi dengan semua pihak adalah hal yang terpenting untuk mencabut perda yang dinilai tidak selaras dengan maksud menarik investasi. “Jadi tidak perlu Mendagri yang membatalkan, komunikasikan saja yang dirasa tidak selaras. Kita akan komunikasikan dengan Bupati untuk dicabut. Tidak ada masalah.”
Sejauh ini, dia mengatakan sedikitnya 30 peraturan daerah di tingkat kabupaten/kota dan provinsi yang dicabut. Mendatang, dia mengatakan sejumlah peraturan yang menghambat investasi masih akan dicabut untuk memberikan kemudahan investasi bagi para investor.
"Termasuk retribusi kepada nelayan dan lainnya. Yang memberatkan kepada rakyat yang kita cabut," katanya.
Dia mengklaim kemudahan investasi di Sulut sejauh ini telah merangsang ekonomi di provinsi itu, terbukti dengan pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6,7% atau diatas rata-rata nasional.
Kemarin, Mahkamah Konsitutsi mengabulkan permohonan uji materi Undang - Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemda untuk sebagian, terkait pembatalan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota oleh gubernur atau menteri.
Dalam putusan Nomor 137/PUU-XIII/2015, Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat mengabulkan permohonan sepanjang pengujian Pasal 251 ayat (2), ayat (3), dan ayat (8) serta ayat (4) sepanjang frasa ‘pembatalan Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat’.
Pembatalan Perda Kabupaten/Kota melalui keputusan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 251 ayat (4) UU Pemda, menurut Mahkamah tidak sesuai dengan rezim peraturan perundang-undangan yang dianut Indonesia.
Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 8 UU 12/2011 tidak mengenal keputusan gubernur sebagai salah satu jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan.
Menurut Mahkamah terjadi kekeliruan ketika Perda Kabupaten/Kota sebagai produk hukum yang berbentuk peraturan (regeling) dapat dibatalkan dengan keputusan gubernur sebagai produk hukum yang berbentuk keputusan (beschikking).