Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dirut PT PAL Ditetapkan Tersangka Kasus Suap Kapal Perang

KPK menetapkan Direktur Utama PT PAL Muhammad Firmansyah Arifin sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi penerimaan suap terkait pembayaran fee agency atas penjualan Strategic Sealift Vessel (SSV) yaitu kapal perang antara PT PAL dengan pemerintah Filipina.
Petugas KPK memerlihatkan barang bukti uang dolar AS disaksikan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kanan) dan Juru bicara KPK Febri Diansyah (tengah) saat berlangsung konferensi pers terkait OTT pejabat PT PAL Indonesia di Kantor KPK, Jakarta, Jumat (31/3)./Antara-Sigid Kurniawan
Petugas KPK memerlihatkan barang bukti uang dolar AS disaksikan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kanan) dan Juru bicara KPK Febri Diansyah (tengah) saat berlangsung konferensi pers terkait OTT pejabat PT PAL Indonesia di Kantor KPK, Jakarta, Jumat (31/3)./Antara-Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA - KPK menetapkan Direktur Utama PT PAL Muhammad Firmansyah Arifin sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi penerimaan suap terkait pembayaran "fee agency" atas penjualan Strategic Sealift Vessel (SSV) yaitu kapal perang antara PT PAL dengan pemerintah Filipina.

"Setelah melakukan pemeriksaan 1 x 24 jam dilanjutkan gelar perkara, disimpulkan adanya penerimaan janji atau hadiah terhadap penyelenggara negara dan meningkatkan status ke penyidikan dan menetapkan empat orang menjadi tersangka yaitu MFA (Muhammad Firmansyah Arifin) selaku Dirut PT PAL," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di kantor KPK Jakarta, Jumat (31/3).

Firmansyah dan petinggi PT PAL lain diduga menerima 1,25% dari total penjualan dua SSV senilai US$86,96 juta atau jumlah komisinya sekitar Rp14,476 miliar.

"KPK juga menetapkan AC (Arief Cahyana) sebagai General Marketing Treasury PT PAL, SAR (Saiful Anwar) selaku Direktur Keuangan PT PAL dan AN (Agus Nugroho) sebagai swasta selaku perantara dari AS (Ashanti Sales Inc)," tambah Basaria.

Firmansyah, Arief dan Agus sudah ditahan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK yang dilakukan di Jakarta dan Surabaya dan mengamankan uang sebesar US$25.000.

Basaria juga menjelaskan kesepakatan pembagian suap terhadap para petinggi PT PAL tersebut.

"Pada 2014, PT PAL menjual dua unit kapal perang SSV kepada instansi pemerintah Filipina senilai US$86,96 juta. Perusahaan yang bertindak sebagai agen penjualan kapal SSV itu AS Incorporation. Dari nilai kontrak tersebut, AS Incorporation mendapatkan 4,75% atau sekitar US$4,1 juta yang diduga sebagai fee agency," ungkap Basaria.

Dari persentase tersebut, sebagian untuk pejabat PT PAL.

"Dari jumlah tersebut terdapat alokasi untuk pejabat PT PAL sebesar 1,25% sedangkan sisanya 3,5% untuk AS Incorporation. Fee dibayar dengan tiga tahap pembayaran, tahap pertama terjadi Desember 2016 sejumlah US$163.000 dan selanjutnya ada penyerahan US$25.000 dalam OTT kemarin," jelas Basaria.

Terhadap Firmansyah, Arif dan Saiful disangkakan pasal pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya diancam pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan terhadap Agus disangkakan pasal pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat satu tahun dan lama lima tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Fajar Sidik
Sumber : Antara

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper