Kabar24.com, JAKARTA- Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi akan menjadikan materi pemeriksaan kode etik terhadap Patrialis Akbar untuk memperbaiki sistem pengawasan perilaku para hakim konstitusi sekaligus mengembalikan marwah mahkamah tersebut.
Anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Asad Said Ali mengungkapkan bahwa hasil dari pemeriksaan dan sidang etik yang dilakukan oleh majelis kehormatan bisa dijadikan sebagai pijakan untuk memperbaiki Mahkamah Konstitusi di masa mendatang.
“Jelaslah [hasil pemeriksaan etik] itu akan menunjukkan apa ada kelemahan aturan atau kelemahan pengawasan yang akan kelihatan nanti,” ujarnya, saat tiba di Gedung KPK, Kamis (2/2/2017).
Asad Said Ali dan para anggota MKMK hadir pada Kamis untuk melakukan pemeriksaan etik terhadap Patrialis Akbar, hakim konstitusi yang dicokok oleh komisi antirasuah terkait kasus penyuapan atas proses telaah judical review Undang-undang (UU) No.41/2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan.
Kehadiran para punggawa MKMK tersebut, menurutnya, bertujuan untuk meminta informasi sejauh mana dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Patrialis lantaran majelis tersebut sejauh ini masih mengumpulkan bahan dan keterangan.
Anggota MKMK lainnya, Bagir Manan mengatakan bahwa meski Patrialis Akbar telah menyampaikan surat pengunduran dirinya selaku hakim konstitusi, proses pemeriksaan majelis tetap dilakukan. Dari pemeriksaan itu nanti akan diputuskan seperti vonis seperti apa yang akan dijatuhkan seperti diberhentikan dengan tidak hormat.
Dia mengungkapkan bahwa pihaknya hanya akan meminta beberapa informasi dari KPK terkait dengan proses pemeriksaan etik dan tidak ingin masuk terlalu jauh ke dalam materi pemeriksaan kasus dugaan penyuapan.
“”Kalau terkait proses hukumnya kami tidak akan sentuh ranah itu,” tuturnya.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan bahwa MKMK tidak bertemu dengan jajaran pimpinan komisi tersebut melainkan langsung kepada para penyidik. Dia juga menenkankan bahwa proses pengambilan data dan pemeriksaan yang dilakukan hanya berkisar pada persoalan etika sematan dan tidak menyentuh proses hukum.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Penjaga Konstitusi mendesak seluruh elemen bangsa untuk melakukan serangkaian upaya memperkuat kepatuhan para hakim konstitusi setelah beberapa hakimnya terjerat kasus penyuapan.
Naila Rizki dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat mengatakan berkaca pada kasus Patralis Akbar, koalisi masyarakat itu menyerukan perlu ada upaya memperkuat kepatuhan para hakim konstitusi terhadap kode etik dan perilaku, melalui penguatan peran Dewan Etik Mahkamah Konstitusi.
“Penguatan dewan etik ini untuk memantau dan memastikan bahwa setiap Hakim Konstitusi dapat memegang teguh kode etik dan amanat konstitusi yang dipercayakan kepadanya,” ujarnya.
Menurutnya, kepatuhan etik dan perilaku ini harus dapat dicerminkan dengan, sikap yang imparsial dan tidak diskriminatif, tidak melakukan tindakan korupsi ataupun menerima gratifikasi dari pihak manapun, tekun di dalam menggali pengetahuan yang terkait dengan tugas-tugasnya sebagai Hakim Konstitusi, serta menjatuhkan putusan secara obyektif didasarkan kepada fakta dan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
Koalisi tersebut juga menuntut segenap pemangku kepentingan untuk memperkuat pengawasan publik, terutama dari seluruh elemen kelompok masyarakat sipil dan media, dalam melakukan pengawasan yang ketat terhadap kinerja dan perilaku para Hakim Konstitusi, demi terjaganya independensi, imparsialitas dan akuntabilitas Mahkamah Konstitusi sebagai pilar utama penegakan konstitusi.