Kabar24.com, JAKARTA—Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengimbau agar publik tidak menyangkut pautkan tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK terhadap Hakim MK Patrialis Akbar dengan partai politik.
“Urusan pak Patrialis ini adalah proses hukum biasa. Jangan dikaitkan dengan agama, pilgub, dan lainnya sehingga patokan untuk meng-OTT seseorang itu sudah ada patokannya. Kalau tidak memenuhi syarat ya tidak. Ini kan sudah mau dibawa kemana-mana seakan ini untuk kepentingan parpol tertentu,” ujar Mahfud di gedung KPK, Senin (30/1/2016).
Mahfud mengatakan, sejauh ini hampir disetiap partai ada kadernya yang terkena OTT.
“Padahal kalau kita baca satu per satu anda tanya kepada saya dr partai mana itu semua ada. Bukan hanya Patrialis. Di PDI Perjuangan ada Damayanti, Golkar ada Jabar, Nasdem ada Rio Capella, dari semua ada lah. Jadi ini tidak ada sesuatu pun yang diskriminasi. Ini tidak ada kaitannya dengan parpol. Itu sama aja. Pokoknya kalau OTT ya OTT aja. Lihat saja proses pengadilannya,” ujarnya.
Seperti yang diketahui, KPK menangkap tangan Patrialis pada Rabu malam (25/1).
Patrialis yang juga merupakan politisi Partai Amanat Nasional diduga telah menerima suap dari seorang pengusaha impor daging dengan inisial BHR yang merujuk pada sosok Basuki Hariman melalui seseorang berinisial KM yang merupakan pengusaha kecil sekaligus teman dari Patrialis.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menuturkan BHR selaku pihak swasta disebutsebut memiliki 20 perusahaan yang bergerak di bidang impor daging.
Suap tersebut berkaitan dengan putusan dalam judicial review Undang-undang No. 41/2014 tentang Perubahan Atas UU No. 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
“PAK diduga menerima hadiah US$20.000 dan 200.000 dolar Singapura. Dalam kegiatan ini tim mengamankan dokumen pembukuan perusahaan dan voucher pembelian mata uang asing dan draf putusan perkara,” ucapnya.
Terkait dengan UU No. 41/2014, ada empat pasal yang diuji materi yakni Pasal 26C ayat 1, Pasal 36C ayat 3, Pasal 36D ayat 1, dan Pasal 36E ayat 1.
Dalam situs MK tertulis pemohon uji materi yakni Teguh Boediyana, Mangku Sitepu, dan Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI). Persidangan uji materi UU itu pun sudah berlangsung enam kali. Sidang pertama digelar pada 5 November 2015 dengan nomor pokok perkara 129/PUU-XIII/2015. Sidang ke-6 dengan agenda mendengarkan keterangan dan ahli dari pemohon berlangsung pada 12 Mei 2016.
Bersamaan dengan tangkap tangan itu, tim penyidik KPK juga menyita beberaap dokumen, voucher penukaran mata uang serta hasil putusan UU itu.
Seperti yang diketahui, Patrialis merupakan hakim kedua dari Mahkamah Konstitusi yang dicokok KPK setelah Akil Mochtar.