Kabar24.com, JAKARTA – Kementerian Ketenagakerjaan didesak untuk mengawasi tenaga kerja asing menyusul isu maraknya TKA ilegal, khususnya yang datang dari China.
Komisi IX DPR membentuk panja TKA ilegal dan telah memanggul semua instansi terkait mulai dari Kementerian Ketenagakerjaan, Ditjen Imigrasi, Kementerian Luar Negeri, serta kepolisian. Panja juga melakukan kunjungan ke sejumlah daerah yang dinilai rawan disusupi TKA ilegal seperti Kepri, Kalimantan dan Bali.
“Kerja kita sudah membuahkan rekomendasi yang diharapkan bisa dijalankan pemerintah. Kalau itu dijalankan bisa kurangi masalah TKA ilegal,” kata Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Daulay dalam diskusi di kantor Ombudsman, di Jakarta, Kamis (19/1/2017).
Rekomendasi tersebut mencakup sejumlah poin, salah satunya mendesak Kemenaker untuk meningkatkan pengawasan. Menurutnya, jumlah tenaga pengawas aktif yang saat ini hanya berkisar 1.800 orang tidak cukup untuk mengawasi sekitar 200.000 perusahaan, terutama perusahaan PMA.
“Ketika kami ke daerah dan tanya ke perusahaan ada berapa kali pengawas, disebutkan sangat jarang. Sekalinya didatengi, mereka hanya tanya izin usaha apakah sudah diperpanjang atau belum,” tambahnya.
Kedua, DPR juga mendesak pemerintah untuk membentuk satuan tugas pengawasan tenaga kerja asing ilegal. Menurutnya, tim pengawasan orang asing (Timpora) yang pernah dibentuk Kementerian Hukum dan HAM bersama beberapa lembaga lainnya belum bekerja secara masimal.
Dia berharap pembentukan Badan Pengawasan Orang Asing sebagai respons pemerintah juga harus dipastikan tidak tumpang tindih dan bernasib sama dengan Timpora yang tidak menunjukkan kerja yang jelas.
Ketiga, Panja TKA ilegal juga mendesak Kemenaker menindak tegas TKA ilegal yang menyalahgunakan kebijakan bebas visa. Saleh mengatakan, setidaknya ada 7.000 TKA yang melakukan pelanggaran keimigrasian sesuai catatan Ditjen Imigrasi pada tahun lalu. Dia juga meminta kebijakan bebas visa kunjungan dikaji kembai. Saat ini, Komisi III DPR tengah membentuk panja bebas visa.
“Dari jumlah pelanggaran itu, yang ditindak projustisia hanya sekitar 350 orang. Berarti selama ini tidak ada tindakan tegas, paling hanya sanksi administrasi seperti deportasi dan itu juga pakai uang kita,” katanya.
Berikutnya, DPR juga mendesak pemerintah merevisi Permenaker 35/2016 yang merupakan revisi dari Permenaker 16/2015. Menurutnya terbaru tersebut menghapuskan filter masuknya TKA ilegal tanpa keterampilan khusus, seperti syarat penguasaan Bahasa Indonesia dan syarat transfer of knowledge .
“Kelima, kita desak pemerintah utamakan pekerja lokal untuk investasi dari luar negeri. Investasi ini kan minimal buka lapangan pekerjaan bagi tenaga kerja lokal,” tuturnya.