Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Didorong Tindaklanjuti TKA Ilegal China

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia meminta pemerintah membentuk panitia khusus untuk menindaklanjuti informasi masuknya tenaga kerja asing secara ilegal dari China terutama yang terkorong buruh kasar (unskilled worker).
Sejumlah perempuan Warga Negara Asing (WNA) yang diamakankan saat Operasi Pengawasan Orang Asing diperlihatkan kepada awak media di Direktorat Jenderal Imigrasi, Jakarta, Minggu (1/1). Operasi Pengawasan Orang Asing mengamankan 76 perempuan berkewarganegaraan RRT berusia 18-30 dan berkegiatan sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) yang diduga melakukan pelanggaran keimigrasian. /ANTARA
Sejumlah perempuan Warga Negara Asing (WNA) yang diamakankan saat Operasi Pengawasan Orang Asing diperlihatkan kepada awak media di Direktorat Jenderal Imigrasi, Jakarta, Minggu (1/1). Operasi Pengawasan Orang Asing mengamankan 76 perempuan berkewarganegaraan RRT berusia 18-30 dan berkegiatan sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) yang diduga melakukan pelanggaran keimigrasian. /ANTARA

Bisnis.com, JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia meminta pemerintah membentuk panitia khusus untuk menindaklanjuti informasi masuknya tenaga kerja asing secara ilegal dari China terutama yang terkorong buruh kasar (unskilled worker).

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan jumlah TKA China memang tidak semasif yang dikabarkan dalam berbagai pemberitaan.

"Tentang 10 juta [TKA China] itu memang kita akui angka itu tidak seperti yang dikabarkan itu, tetapi kalau dibiarkan jumlahnya bisa meningkat. Catatan dari KSPI ada ratusan ribu [TKA] baik yang ilegal maupun legal," katanya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR, Senin (16/1).

Dia menyebutkan pihaknya menemukan indikasi masuknya buruh kasar dari China di sejumlah daerah, antara lain di 6 perusahaan di Pulogadung, 4 perusahaan di Tangerang, serta di daerah lain seperti Bogor, Karawang, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Batam.

Sebagai perbandingan, dalam laporannya, KSPI juga mengutip data dari Ditjen Binapenta Kementerian Ketenagakerjaan yang mencatat jumlah penggunaan TKA asal China meningkat dari 15.300 pada 2014 menjadi 21.300 pada 2016. Secara total jumlah TKA pada tahun lalu yang dicatat pemerintah sebanyak 80.200.

"Pemerintah dan komisi I memberikan sudut pandang masing-masing tentang perlunya dibentuk pansus. Menurut kami, perlu dibentuk pansus TKA China ilegal," tambahnya.

Lebih lanjut, Said Iqbal menambahkan pihaknya akan melengkapi data-data temuan tersebut dan membuka posko pengaduan dari para pekerja sampai 29 Januari mendatang.

Data tersebut nantinya akan digunakan sebagai bahan untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada akhir Januari serta menggela aksi demo di Istana Negarasecara serentak di 20 provinsi pada 6 Februari.

Dia juga menuntut pemerintah untuk mencabut kebijakan bebas visa yang diberikan bagi wisatawan asal China. Fasilitas bebas visa kunjungan tersebut dinilai menjadi salah satu pintu masuk yang banyak disalahgunakan oleh para TKA untuk bekerja tanpa dokumen resmi.

Sejumlah aturan yang diterbitkan pemerintah juga dinilai semakin memudahkan masuknya TKA ilegal seperti penghapusan kewajiban berbahasa Indonesia bagi TKA dalam Permenaker 16/2015 serta penghapusan rasio penyerapan TKA dalam Permenaker 35 tahun 2015.

"China sudah berjanji akan gelontorkan Rp900 triliun saat Presiden berkunjung ak ke China dan Jepang. Itu bukan angka yang kecil. Faktanya, khusus dari China, [investasinya] bersamaan dengan masuknya buruh kasar. Ini mulai mengkhawatirkan meski belum membahayakan," ucapnya.

Sementara itu Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Daulay mengatakan TKA ilegal tidak dapat dilindungi dengan alasan apapun.

Pihaknya akan berkoordinasi untuk mencari informasi dan membandingkan data yang didapat dari KSPI maupun serikat buruh lainnya dengan data yang dimiliki pemerintah.

"Komisi IX juga bekerja mencari data yang valid, kemudian kalau ada silang sengketa data kita akan adu datanya. Dari data itu kita harap nanti bisa dicari solusi yang terbaik sehingga tidak meresahkan," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ropesta Sitorus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper