Kabar24.com, JAKARTA – Menyusul implementasi dari Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas pemerintah diminta serius membangun kota ramah pejalan kaki tanpa membatasi pengguna kendaraan bermotor.
Djoko Setijowarno, pengamat transportasi dari Unika Soegijapranata mengatakan berjalan kaki bukan hanya untuk disabilitas. Berjalan kaki lebih ada acara yang paling alami, terjangkau dan sehat untuk bepergian. Oleh sebab itu berjalan kaki membutuhkan jalan yang nyaman, sebagai instrument dasar kota yang berkelanjutan.
“Lingkungan berjalan kaki yang baik harus melindungi para pejalan kaki dari kendaraan bermotor. Trotoar harus disediakan, bebas hambatan, berkesinambungan, teduh, dan memiliki penerangan yang cukup,” jelas Djoko kepada Bisnis, Rabu (14/12).
Saat ini negara Singapura masuk dalam kategori masyarakat yang terbiasa berjalan kaki. Hal ini didukung dengan fasilitas yang nyaman bagi pejalan kaki, serta interior pepohonan yang rindah dan meneduhkan bagi pejalan kaki. Alhasil setiap pejalan kaki tidak kepanasan tersinar matahari saat berjalan.
Djoko menjelaskan, lingkungan bagi akses pejalan kaki ini harus dipastikan oleh pemerintah bebas dari kendaraan bermotor. Penyeberangan harus dibuat lebih aman dengan membuat rambu-rambu penyeberangan yang jelas bagi pejalan kaki, lapak tunggu, dan pelebaran guna mengurangi jarak penyeberangan. Aksesibilitas bagi penyandang disabilitas juga harus diberikan.
Seringkali penyandang disabilitas kesulitan menggunakan trotoar, karena dipasang tiang penghalang setinggi 1 meter.
“Tiang penghalang berfungsi untuk menghalangi penyalahgunaan trotoar sebagai jalur berkendara sepeda motor,” ujarnya.
Agar penyandang disabilitas dpt menggunakan trotoar, tetapi pesepeda motor tidak terhalang, pemerintah disarankan dapat memasang Portal S.
Sementara itu, Rio Octavian, Dewan Kehormatan Road Safety Association (RSA) mengatakan sejak 2007, RSA Indonesia bergerak ke seluruh sel-sel masyarakat melakukan sosialisasi dan edukasi pentingnya keselamatan di jalan raya.
Sementara pada lini advokasi, RSA Indonesia berperan aktif menjadi kelompok penekan yang mengkritisi setiap kebijakan para pemangku kebijakan (stake holder) keselamatan jalan di Indonesia.
“Kami sudah melihat adanya perkembangan perhatian pemerintah dalam menyediakan fasilitas bagi pejalan kaki, tetapi masih ada beberapa masalah berupa ego sektoral antar lembaga karena banyak lembaga yang berwenang di jalanan yaitu Kementerian Perhubungan, Kementerian Kesehatan, dan Kepolisian,” ujarnya kepada Bisnis.
Rio mengimbau agar antar lembaga tersebut tidak bersaing satu sama lain melainkan berkolaborasi. Tujuannya agar setiap jalan yang ramah bagi pejalan kaki bisa terwujud bukan hanya di kota-kota besar tetapi juga di setiap ruas jalan di Indonesia.
“Oleh sebab itu kami sempat mengusulkan, jika ada Badan Narkotika Nasional, Badan Penanggulangan Terorisme, mengapa tidak dibuat saja Badan Nasional Keselamatan Jalan? Hal ini dikarenakan jumlah kematian untuk pejalan kaki karena sangat besar,” ungkapnya.
Dia mengungkapkan setiap 1 jam ada 3 nyawa pejalan kaki hilang akibat kecelakaan di jalan raya. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan penyebab kematian karena narkoba atau terorisme. Selain itu data World Health Organization (WHO) kematian akibat kecelakaan lalu lintas yang dialami pejalan kaki menempati persentase sebesar 27% - 30%.