Kabar24.com, JAKARTA--Pengamat Hukum Agraria dari Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, Sri Setiyaji menilai tanah kesultanan yang menjadi buah bibir dinilai sudah sesuai dengan hukum dan UU No.13/2012 tentang keistimewaan.
"Artinya, bahwa UU 13/12 memberikan sepenuhnya dalam bidang pertanahan, itu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang," tuturnya di Jakarta, Jumat (7/10).
Seperti diketahui, salah satu Provinsi yang diberikan Hak Keistimewaan adalah Yogyakarta. Keistimewaan tersebut tidak serta merta diperoleh tanpa alasan konstitusional dan historis. Sebelum Republik Indonesia berdiri, sudah memiliki pemerintahannya sendiri sebagaimana disebut dalam pasal 18 UU 1945 sebagai "Susunan Asli".
Kemudian kedudukan tersebut diperkuat dengan pernyataan Sri Sultan Hamengku Buwono IX pada tanggal 5 September 1945 bahwa Negeri Yogyakarta bersifat Kerajaan dan merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan UU No. 3 tahun 1950 junto UU No.19 tahun 1950.
Yogyakarta kemudian ditetapkan sebagai Daerah Istimewa (DIY) yang setara dengan daerah tingkat I (provinsi). Berdasarkan pasal 4 ayat (1) UU No. 3 tahun 1950, DIY mendapat kewenangan untuk mengurus beberapa hal dalam rumah tangganya sendiri, salah satu diantaranya bidang keagrariaan atau pertanahan.
Menurut Sri, jika dilihat dalam Undang-undang pertanahan, apabila dilihat dalam asas UUPA, salah satunya asas yang dikuasai oleh negara bahwa Tanah Pakualam dan Tanah Kesultanan, itu bukan bagian dari tanah swatantra.
"Kalau negara memberikan sebagian kepada daerah swatantra, disitu ada persoalan, tapi disini Yogyakata tidak termasuk dalam daerah swatantra, sehingga hak yang dimiliki itu ada sebelum proklamasi," paparnya.
Sementara itu, pengamat hukum agraria dari Universitas Gajah Mada, Suyitno mengemukakan tanah kesultanan sampai saat ini dinilai masih banyak yang digunakan oleh masyarakat untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Dia juga mengatakan sampai saat ini luas tanah yang dimiliki kesultanan masih belum diketahui dengan pasti, mengingat tanah tersebut banyak digunakan oleh masyarakat untuk kehidupan.
"Sekarang kan yang dibicarakan itu soal sejarah dan faktanya seperti apa. Sultan itu kan maksudnya menata untuk rakyat dan mewujudkan apa yang menjadi kesejahteraan masyarakat," katanya.