Kabar24.com, JAKARTA - Kasus suap kuota impor gula yang melibatkan Ketua DPD Irman Gusman mendorong pegiat antikorupsi meminta pemerintah segera membahas pasal yang mejerat soal jual beli pengaruh.
Miko Ginting dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) mengatakan, sampai saat ini belum ada pasal dalam undang-undang tindak pidana korupsi (Tipikor) bahkan hukum positif di Indonesia yang mengakomodir penegak hukum untuk menjerat perdagangan pengaruh tersebut.
"Hukum positif Indonesia belum mengakomodir ketentuan soal hal itu. Meski sebenarnya, ketentuan memperdagangkan pengaruh terdapat dalam Pasal 18 United Nations Convention Against Corruption (UNCAC)," kata Miko di Jakarta, Rabu (21/9/2016).
Dia memaparkan, Indonesia beberapa waktu lalu sudah meratifikasi UNCAC dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. Namun dalam undang-undang tersebut belum secara penuh mengatur tentang hal tersebut.
"Dalam undang-undang itu masih disyaratkan untuk dibentuk ketentuan khusus guna mengimplementasikan delik memperdagangkan pengaruh (trading influence) tersebut," jelasnya.
Miko mengatakan, di Indonesia sudah ada contoh yang menunjukkan upaya penegak hukum untuk menjerat para politisi yang memperdagangkan wewenangnya. Misalnya, dalam perkara kuota impor daging sapi yang melibatkan bekas Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaq.
Dalam perkara itu, penuntut umum KPK menyinggung soal "mempengaruhi", tetapi dakwaan yang diterapkan tetap delik yang tertera dalam hukum positif, dalam hal ini delik penyuapan sebagaimana tercantum dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dengan melihat pola tindak pidana korupsi demikian, maka terdapat urgensi untuk memasukkan "memperdagangkan pengaruh" sebagai delik baru dalam perangkat regulasi anti-korupsi.
Oleh karena itu, Pemerintah dan DPR seharusnya segera membahas ketentuan memperdagangkan pengaruh untuk diakomodir dalam hukum positif. Agar kasus dengan pola serupa di kemudian hari dapat dijerat dengan delik memperdagangkan pengaruh.