Kabar24.com, JAKARTA - Kuasa hukum Irman Gusman menyatakan bahwa kliennya enggan dicopot sebagai ketua DPD usai rapat Badan Kehormatan DPD merekomendasikan pencopotan dirinya karena ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
"Mana ada orang bersedia dicopot," kata pengacara Irman, Tommy Singh di gedung KPK Jakarta, Selasa.
Dalam rapat pada Senin (19/9), BK DPB merekomendasikan Irman diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua DPD. Hal itu didasarkan pada pasal 52 peraturan DPD No 1 tahun 2016 tentang Tata Terbit yang menyatakan jika berstatus tersangka, pimpinan DPD harus diberhentikan dari jabatannya.
BK DPD akan membawa rekomendasi pencopotan Irman dari jabatan Ketua DPD ke rapat paripurna DPD pada Selasa. Keputusan BK DPD, menurut Ketua BPK DPD AM Fatwa, bersifat final dan mengikat sehingga rapat paripurna DPD harus memutuskan sesuai keputusan BK.
"Tapi dia (Irman) tidak cerita, dia kan fokus ini saja, dia juga masih bingung apa yang terjadi, dia masih shock kenapa bisa begini, fight saja kalau memang tidak benar," tambah Tommy.
Tommy saat ini juga masih belum mengajukan penangguhan penahanan meski sekitar 20 orang anggota DPD sudah mengajukan diri sebagai penjamin untuk Irman.
"(Pengajuan penangguhan) mungkin besok, menunggu kepastian, sedangkan untuk praperadilan belum terpikirkan, cuma kita pelajari, kita masih bicara sama Pak Irman," ungkap Tommy.
Kasus ini diawali dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang terjadi pada Sabtu (16/9) dini hari terhadap empat orang yaitu Direktur Utama CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto, istrinya Memi, adik Xaveriandy dan Ketua DPD Irman Gusman di rumah Irman di Jakarta.
Kedatangan Xaveriandy dan Memi adalah untuk memberikan Rp100 juta kepada Irman yang diduga sebagai ucapan terima kasih karena Irman memberikan rekomendasi kepada Bulog agar Xaveriandy bisa mendapatkan jatah untuk impor tersebut.
KPK lalu menetapkan Xaveriandy Sutanto dan istrinya Memi sebagai tersangka pemberi suap dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengurusan kuota gula impor yang diberikan oleh Bulog kepad CV Semesta Berjaya tahun 2016 untuk provinsi Sumatra Barat.
Xaveriandy dan Memi disangkakan berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 201 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP.
Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Sedangkan Irman Gusman disangkakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Xaveriandy dan Memi juga diduga menyuap jaksa Farizal yang menangani perkara dugaan impor gula ilegal dan tanpa Standar Nasional Indonesia (SNI) seberat 30 ton dimana Xaveriandy merupakan terdakwanya.
Uang suap yang diberikan kepada Farizal adalah sebesar Rp365 juta dalam empat kali penyerahan, sebagai imbalannya, Farizal dalam proses persidangan juga bertindak seolah sebagai pensihat hukum Xaveriandy seperti membuat eksekpsi dan mengatur saksi saksi yang menguntungkan terdakwa.
Farizal disangkakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Awalnya, penyelidikan KPK terkait kasus distribusi gula impor yang tidak mendapatkan SNI. Dalam pengembangan diketahui kasus tersebut berhubungan dengan Irman Gusman KPK sudah menggeledah gudang gula dan rumah Xaveriandy pada 18 September di Padang dan membawa dokumen dan alat elektronik. Sedangkan pada 19 September, penyidik KPK memeriksa 3 pegawai Xaverius dan seorang swasta di Padang.