Kabar24.com, JAKARTA - Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya yang juga menjadi Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara La Nyalla Mattalitti, Didik Farkhan memaparkan, meski ada penolakan dari terdakwa dan penasihat hukumnya, namun tim jaksa tetap berkeyakinan memiliki alat bukti yang kuat terkait korupsi hibah Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur.
Salah satu bukti yang membuat mereka yakin adalah materai yang tertera dalam surat pernyataan yang ditandatangani oleh La Nyalla. Menurutnya, dalam perkara itu, melalui materai tersebut seolah-olah uang yang diduga dikorupsi oleh La Nyalla itu sebagai pinjaman.
"Ada dugaan seperti itu, materai itu untuk membuat seolah-olah uang itu dipinjam," katanya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/9/2016).
Padahal, setelah ditelisik berdasarkan keterangan saksi ahli dari Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri) materai yang digunakan buatan tahun 2014. Sedangkan, surat pernyataan itu ditandatangani oleh La Nyallah pada tahun 2012.
Adanya barang bukti baru tersebut juga seolah mengindikasikan ada yang ditutupi dalam perkara itu. Selain itu hal itu juga mengindikasikan keberadaan upaya memanipulasi perkara melalui "pemalsuan" materai tersebut.
“Jadi, kami yakin bahwa dakwan kami sudah pas, dan saya yakin penetapan yang bersangkutan sebagai tersangka sudah sesuai dengan prosedur,” jelasnya.
Dalam dakwaan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur mendakwa La Nyalla terbukti telah menyalahgunakan dana hibah dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur senilai RP1, 105 miliar. Dia juga didakwa menguntungkan orang lain yakni Dian Kusuma Putra dan Nelson Sembiring senilai Rp26,6 miliar. Total dana hibah dari Pemprov Jatim senilai Rp48 miliar.
Adapun dalam uraian dakwaan tersebut, La Nyalla melalui Diar Kusuma Putra acapkali meminta bagian keuangan Kadin Jatim yakni Edi Kusdaryanto untuk mengeluarkan cek dan giro yang besarnya sesuai dengan permintaan dari Diar dan saksi lainnya yakni Nelson Sembiring. Permintaan tersebut, selalu dimintakan atas persetujuan La Nyalla Mattaliti.
Jaksa menganggap, uang hibah yang sedianya untuk akselerasi perdagangan antar pulau, membantu kegiatan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), serta bussines development center (BDC) justru digunakan La Nyalla untuk membeli saham Bank Jatim yang telah melantai di bursa.
Atas perbuatannya tersebut, La Nyalla diancam dengan pidana Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dalam UU No. 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 jo pasal 65 KUHP.