Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bukan untuk Kepentingan Umum, PTUN Batalkan Izin Reklamasi Pulau G yang Diperpanjang Ahok

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) membatalkan izin reklamasi Pulau G yang diperpanjang kembali oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama untuk PT Muara Wisesa Samudera, anak usaha PT Agung Podomoro Land Tbk.
Area proyek reklamasi Pulau G di Jakarta/Antara-Muhammad Adimaja
Area proyek reklamasi Pulau G di Jakarta/Antara-Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) membatalkan izin reklamasi Pulau G yang diperpanjang kembali oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama untuk PT Muara Wisesa Samudera, anak usaha PT Agung Podomoro Land Tbk.

Pembacaan putusan itu dilakukan oleh majelis hakim yang diketuai oleh Adhi Budi Sulistyo dengan hakim anggota masing-masing adalah Baiq Yuliani dan Elizabeth Tobing. Pembacaan putusan itu sendiri memakan waktu sejak pukul 12.30 hingga 15.00 WIB.

Majelis hakim menyatakan bahwa izin proyek reklamasi di Teluk Jakarta dapat menimbulkan dampak lingkungan yakni adanya lumpur hasil pengerukan dan penimbunan laut yang berdampak pada usaha penangkapan ikan nelayan skala kecil. Kerusakan akan terjadi, sambung majelis, pada tahap pra-konstruksi dan tahap operasional.

Selain itu, majelis juga menyatakan bahwa reklamasi bukanlah termasuk pembangunan untuk kepentingan umum sesuai dengan UU Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. Pembangunan untuk kepentingan umum, berdasarkan penafsiran hakim, adalah digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat banyak.

"Jika dihentikannya objek gugatan, maka tak akan berdampak luas pada masyarakat banyak dan kepentingan publik. Oleh karenanya permohonan penundaan oleh penggugat beralasan hukum dan dapat dikabulkan," demikian majelis hakim yang membacakan putusan secara bergantian di PTUN Jakarta, Selasa (31/5/2016).

Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mencatat terdapat empat surat persetujuan prinsip reklamasi oleh Gubernur Fauzi Bowo pada 2012. Surat itu digunakan untuk persetujuan prinsip untuk reklamasi Pulau F (PT Jakarta Propertindo); reklamasi Pulau G (PT Muara Wisesa Samudra); reklamasi Pulau I (PT Jaladri Kartika Paci); dan reklamasi Pulau K (PT Pembangunan Jaya Ancol).

Pada Juni 2014, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama kemudian menerbitkan surat perpanjangan persetujuan prinsip reklamasi atas empat izin sebelumnya. Sedangkan pada 2015, Ahok menerbitkan izin pelaksanaan reklamasi terhadap pelbagai pulau tersebut.

Majelis juga menilai jika proyek reklamasi terus dilakukan maka semakin besar kerusakan sumber daya yang akan ditimbulkan. Hal tersebut, dibandingkan dengan unsur manfaat yang akan diperoleh jika proyek itu tetap berjalan.

Gugatan itu sendiri didaftarkan sedikitnya lima nelayan di Teluk Jakarta. Mereka adalah Gobang, Muhammad Tahir, Nur Saepudin, Tri Sutrisno dan Kuat.
Ketua majelis hakim dalam perkara itu menyatakan pihaknya mengabulkan penggugat satu sampai dengan penggugat lima. Selain itu, putusan itu juga membatalkan izin yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

"Menyatakan batal atau tidak sah, keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 2238/2014 tentang Pemberian Izin Reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudera," demikian Ketua Majelis Hakim, Adhi Budi.

Kuasa Hukum para nelayan, Muhnur Satyahaprabu, menuturkan putusan PTUN terhadap izin reklamasi Pulau G dapat menjadi contoh bagi seluruh kepala daerah yang sudah menerbitkan izin reklamasi. Dia menegaskan jika izin itu tak memiliki Raperda tentang Zonasi Pesisir, sebaiknya para kepala daerah mencabut izinnya secara sukarela.

"Kami berharap seluruh gubernur yang memberikan izin reklamasi untuk mencabut izinnya secara sukarela, karena putusan PTUN menyatakan proyek itu berdampak terhadap lingkungan," kata Muhnur usai persidangan.

Dia juga menuturkan upaya sukarela itu sebaiknya dilakukan oleh gubernur, sebelum masyarakat juga melakukan gugatan serupa. Saat ini, proyek reklamasi terjadi di pelbagai wilayah di antaranya adalah Teluk Jakarta, pesisir Makassar dan Teluk Benoa di Bali.

Salah seorang penggugat, Muhammad Tahir menuturkan majelis hakim dapat melihat fakta yang terjadi sebenarnya dan putusan itu adalah keinginan nelayan di Indonesia. Dia menegaskan putusan itu juga menandai titik awal perjuangan masyarakat.

ANCAM KOBARKAN PERLAWANAN

Tahir mengatakan pemerintahan Ahok harus menaati hukum yang berlaku, dengan adanya putusan PTUN tersebut. Jika pemerintah tak menaati hukum, sambungnya, masyarakat siap melakukan perlawanan.

"Intinya kalau [reklamasi] tetap dilaksanakan, kami nelayan siap melawan. Bahkan kawan-kawan di daerah siap mengawal putusan yang dikeluarkan pengadilan hari ini," kata Tahir, usai pembacaan putusan.

Sebelum persidangan, para nelayan juga melakukan aksi damai dengan menggelar orasi dan aksi teatrikal. Sebagian mereka membawa perahu dan keranda mayat. Setelah pembacaan putusan, mereka melakukan aksi doa bersama.

Penelitian terbaru mengungkapkan potensi kerugian ekonomi dan sosial akibat proyek reklamasi di Teluk Jakarta mencapai lebih dari Rp661,31 triliun akibat kerusakan sumber daya alam dan semakin meluasnya kemiskinan.

Penelitian itu dipaparkan Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim (PK2PM), yang menyatakan kerugian ekonomi dan sosial justru akan lebih besar dibandingkan dengan pendapatan negara.

Direktur PK2PM Muhamad Karim menuturkan persiteruan antara pandangan instansi negara mengenai reklamasi sudah berlangsung sejak 2003, salah satu hal yang dibahas adalah lahan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Anugerah Perkasa
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper