Kabar24.com, JAKARTA - Pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dinilai mendesak segera dilakukan agar bisa secepatnya disahkan menjadi undang-undang.
Komite III DPD RI mendesak Pemerintah dan DPR RI segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) guna melindungi tindakan kekerasan seks terutama terhadap anak.
"DPD RI sudah menyusun naskah akademik RUU PKS, tinggal dibahas bersama DPR RI dan Pemerintah, agar segera disahkan," kata Wakil Ketua DPD RI, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (23/5/2016).
Pada kesempatan tersebut, GKR Hemas didampingi oleh pimpinan Komite III DPR RI yakni Hardi Selamat Hood (ketua) serta Fahira Idris dan Enny Chaerany (wakil ketua).
Menurut GKR Hemas, DPD RI menyusun naskah akademis bekerja sama dengan perguruan tinggi, Komnas Perempuan, serta lembaga terkait lainnya.
"Dalam paradigma DPD RI, pembentukan UU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual harus dapat menindak pelaku dengan sanksi pidana proporsional dan menimbulkan efek jera," kata GKR Hemas.
Hardi Hood menambahkan, hukuman yang diberikan kepada pelaku harus dapat memberikan pemulihan dan perlindungan bagi korban dan keluarganya.
Pada konteks RUU PKS ini DPD RI meminta dukungan kepada semua pihak agar RUU PKS yang sedang disusun DPD RI dapat secepatnya dibahas bersama DPR RI dan Pemerintah untuk segera disahkan menjadi UU.
DPD RI juga mendesak semua pihak agar bersatu bergandengan tangan melakukan gerakan bersama antikekerasan seksual, empati pada anak dan perempuan, serta menciptakan lingkungan dan sistem pendidikan yang mampu menjamin kenyamanan serta perlindungan bagi anak dan perempuan.
Menurut Hardi, berdasarkan data dari Polrestabes Bandung, sepanjang tahun 2015 tercatat 91 kasus kekerasan seksual.
Kemudian, catatan Komnas Perempuan, ada tiga perempuan menjadi korban kekerasan seksual di seluruh dunia setiap dua jam.
Hardi menegaskan, tindakan kekerasan seksual terutama terhadap anak, karena UU bidang hukum yang ada yakni, UU KUHP, UU No 35 tahun 2004 tentang Perlindungan Anak, UU No 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan UU No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dinilai belum memberikan efek jera.
Anggota DPD RI dari Provinsi Riau ini menambahkan, KUHP hanya mengenal tindak pemerkosaan sebagai salah satu satu dari 15 bentuk kekerasan seksual yang diidentifikasi oleh Komnas Perempuan.
"Itu pun dengan keterbatasan unsur delik yang seringkali menyulitkan korban terkait pembuktian. Ancamannya pun ringan sepanjang tidak menimbulkan luka dan kematian," katanya.