Bisnis.com, JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dinilai sebagai kebutuhan yang mendesak untuk diundangkan saat ini akibat kian tingginya angka kejahatan seksual terutama sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia lebih dari satu tahun ini.
Wakil Ketua Fraksi NasDem yang juga Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya mengatakan beleid itu akan memberikan kepastian perlindungan kelompok rentan jadi korban kekerasan seksual. Dia mengibaratkan kejahatan seksual seperti fenomena gunung es yang sering tidak terdeteksi.
Willy mengakui tidak mudah untuk menyamakan persepsi soal definisi dan batasan kejahatan seksual sehingga menjadi salah satu kendala dalam melakukan pembahasan RUU PKS. Sementara kejahatan demi kejahatan terus terjadi, baik yang terungkap ke publik maupun yang tidak bisa diungkapkan ke publik karena menyagkut ranah pribadi dan keluarga.
Dia memberikan contoh paling ekstrim terjadinya kejahatan seksual dalam rumah tangga oleh anggota keluarga sendiri, namun kasus itu tidak terungkap karena dianggap urusan keluarga.
Willy menegaskan kehadiran RUU PKS bukan untuk mencampuri privasi rumah tangga. Kehadiran produk hukum tersebut justru dibutuhkan karena kasus kekerasan dalam keluarga kerap terbungkam.
"Kejahatan seksual ini sudah sangat mengkhawatirkan karena naik secara signifikan sejak pandemi. Jadi apa yang selama dianggap tabu karena kejahatan ini tertutup maka UU PKS akan bisa menjembataninya nanti,” ujar Willy dalam acara diskusi bertajuk “Urgensi Pengesahan RUU PKS” di Gedung DPR bersama nara sumber Ketua Indonesia Feminist Lawyers Club (IFLC), Nur Setia Prawiranegara, Selasa (16/3/2021).
Baca Juga
Dia mengatakan RUU PKS juga akan memberikan kepastian hukum bagi pelaku dan korban. Pelaku kejahatan mesti mendapat formula hukuman yang tegas, katanya.
RUU PKS merupakan satu dari 33 RUU yang masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021. Bakal beleid tersebut menjadi produk hukum yang getol diperjuangkan Fraksi NasDem.
Sementara itu, Nur Setia mengatakan bahwa dari hasil penelitian, satu dari tiga perempuan usia 14-64 tahun di Indonesia pernah mengalami kekerasan seksual. Menurutnya, hal itu sebuah situasi yang mencemaskan, bahkan boleh dikatakan dalam situasi darurat kekerasan seksual dan dari tahun ketahun angkanya naik fantastis.
Oleh karena itu, dia sepakat RUU PKS dipercepat dibahas untuk selanjutnya diundangkan agar tidak banyak lagi korban kekerasan seksual.