Bisn is.com, JAKARTA: Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) mendesak Pemerintah RI melalui instansi terkait segera membebaskan empat ABK (anak buah kapal) Warga Negara Indonesia yang disandera komplotan perompak di Somalia, Afrika Timur.
Perompakan terhadap kapal ikan Naham 3 yang diawaki 29 orang itu terjadi pada 26 Maret 2012 di perairan Somalia dan hingga kini seluruh ABK masih disandera perompak di suatu tempat yang tidak diketahui.
"Sudah empat tahun lebih mereka disandera dan hingga sekarang tidak diketahui nasibnya, tapi belum ada action pemerintah untuk membebaskannya. Yang jelas, satu ABK dari Indonesia telah meninggal akibat terserang malaria, jadi WNI yang disandera masih 4 orang,” ujar Presiden KPI Hasudungan Tambunan melalui pernyataan pers-nya Jumat (20/5/2016).
Dia mengatakan, pemilik kapal ikan itu adalah perusahaan Al-Naham 3 Fishing Company di Muscat, Oman. Sedangkan operator kapal Naham 3 berbendera Oman itu adalah Jiang Chang Marine Enterprises, perusahaan di Taiwan. Para ABK WNI diberangkatkan oleh perusahaan agen kapal di Singapura bernama Step Up Marine Enterprises Pte. Ltd.
Namun, ujarnya, KPI tidak mengetahui agen di Indonesia yang bekerjasama dengan agen di Singapura untuk merekrut 5 ABK Indonesia ke kapal ikan tersebut. Ke-29 ABK di kapal ikan itu berasal dari Indonesia 5 orang, Filipina 5, Kamboja 4, Vietnam 3 dan 12 lainnya dari China/Taiwan.
“Ke-5 pelaut itu bukan anggota KPI dan kami juga tidak tahu siapa agen yang mengirim mereka. Keterlibatan KPI di disini karena solidaritas sesama pelaut Indonesia,” jelas Hasudungan.
Menurut informasi yang diperoleh KPI, ke-4 ABK WNI yang kini masih disandera itu adalah Elson Pesireron, Supardi, Sudirman dan Adi Manurung. Sedang Nasirin yang memiliki paspor nomor U 306903 dilaporkan telah meninggal pada 17 Mei 2016 akibat terserang malaria.
Terungkapnya kasus perompakan dan penyanderaan 29 ABK kapal ikan itu, kata Hasudungan, berawal dari informasi International Transport workers’ Federation (ITF) yang diterima KPI melalui email berupa video pernyataan awak kapal dan saat ditawan perompak.
Berdasarkan surat KPI pada 2 September 2013, Plh. Direktur Perlindungan WNI dan PHI Kemenlu RI Krishna Djelani, membenarkan adanya perompakan kapal ikan Naham 3 dan penyanderaan seluruh ABK-nya.
Berdasarkan informasi KBRI Muscat, kata Hasudungan mengutip penjelasan Kemenlu, pemilik kapal dan pihak perompak melakukan negosiasi mengenai jumlah uang tebusan, namun belum mendapat kesepakatan.
Namun, para sandera kemudian diturunkan dari kapal dan dipindah ke beberapa lokasi yang berbeda. Terakhir (2013), para sandera berada di suatu tempat antara Eldhane dan Haradnere, Somalia.
"Sejak saat itu tidak ada informasi lagi, sehingga kami juga tidak mengetahui nasib dan keberadaan ke-4 ABK WNI yang kini masih disandera,” ujarnya.
Dia menyatakan, KPI pada 18 Mei 2016 juga menerima permintaan Maritime Piracy Humanitarian Response Porgram (salah satu jaringan ITF) untuk mengetahui perkembangan kasus perompakan dan penyanderaan kapal ikan tersebut, sekaligus minta nama dan alamat para ABK WNI yang disandera. Mereka akan memberikan bantuan psikologis kepada keluarga pelaut yang menjadi korban penyanderaan selama 4 tahun lebih.
Operasi Militer
Hasudungan melanjutkan, KPI sangat mengepresiasi sikap tanggap pemerintah yang cepat membebaskan 14 ABK WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina Selatan baru-baru ini.
Dalam kurun waktu 5 minggu, ke-14 sandera berhasil dibebaskan melalui perundingan yang melibatkan banyak pihak.
Karena itu,ujar Hasudungan, dalam kasus penyanderaan 4 ABK WNI di Somalia ini, KPI juga minta pemerintah bersikap sama untuk segera membebaskan 4 WNI yang telah disandera selama 4 tahun lebih.
Menurutnya, semua pihak terkait perlu dilibatkan, termasuk mencari agen yang mengirim pelaut dan operator kapal ikan tersebut, sehingga ke-4 ABK itu dapat segera dibebaskan.
"Kalau memang pembebasan tidak bisa dilakukan melalui perundingan, perlu diselesaikan melalui operasi militer seperti yang dilakukan dalam pembebasan kapal Sinar Kudus di perairan Somalia beberapa waktu silam,"ujar dia.