Bisnis.com, JAKARTA - Komite gabungan yang dibentuk guna menuntaskan permasalahan reklamasi Teluk Jakarta harus benar-benar terbuka dan transparan guna hasil yang diambil benar-benar objektif dan bermanfaat bagi seluruh kalangan masyarakat.
"Proses kajian dan evaluasi terhadap proyek reklamasi Teluk Jakarta oleh Komite Gabungan yang terdiri dari perwakilan Kemenko Maritim, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Pemprov DKI Jakarta harus dilakukan secara terbuka, partisipatif, dan mengutamakan kepentingan publik," kata Komisioner Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia (KIP RI) Yhannu Setyawan dalam keterangan tertulis, Kamis (21/4/2016).
Menurut Yhannu, keterbukaan ini penting untuk memastikan agar keputusan yang akan diambil pascapenghentian sementara atau moratorium reklamasi bersifat objektif, bukan merupakan keputusan politis yang hanya menguntungkan para pemilik modal dan mengabaikan kepentingan masyarakat umum.
Yhannu menilai munculnya persoalan reklamasi adalah buntut dari proses pengambilan kebijakan yang tertutup baik oleh pihak pemerintah maupun dewan di DKI Jakarta.
Padahal, lanjutnya, kebijakan tersebut sangat berkaitan erat dengan kepentingan masyarakat, khususnya sekitar 3.000 nelayan tradisional yang tak bisa melaut lagi akibat proyek reklamasi.
Selain itu, ujar dia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pun juga telah menemukan adanya indikasi bahwa proyek reklamasi menyebabkan kerusakan lingkungan dan pelanggaran administrasi perizinan.
Pengambilan kebijakan yang tertutup ini, jelas Yhannu, sangat bertentangan dengan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publlik (UU KIP) yang telah menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik (Pasal 3 UU KIP).
"Pemerintah dan Dewan dituntut untuk mengutamakan nasib masyarakat di sekitar area reklamasi ketimbang membuat teluk Jakarta menjadi kawasan privasi eksklusif yang hanya bisa dinikmati oleh kalangan tertentu saja," katanya.
Yhannu juga mengingatkan khususnya pemerintah dan dewan di DKI agar melaksanaan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintah yang terbuka agar tidak ada prasangka dan kecurigaan dari masyarakat.
Sementara itu, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan aktivitas reklamasi di Teluk Jakarta hanya menguntungkan pihak pengembang properti sehingga permasalahan itu jangan hanya dilihat dari segi ekonominya saja. "Proyek reklamasi hanya menguntungkan pengembang properti, sementara rakyat dimutilasi hak-hak konstitusionalnya," kata Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim, Selasa (19/4).
Menurut Abdul Halim, persoalan sesungguhnya yang dihadapi Jakarta adalah pencemaran laut dari sebanyak 13 sungai yang mengalir di kawasan Ibu Kota. Selain itu, ujar dia, permasalahan lainnya yang bisa diperburuk akibat reklamasi adalah penurunan muka daratan akibat pemakaian air tanah yang tidak terkontrol.
Pemerintah akhirnya memutuskan untuk menghentikan sementara proyek reklamasi di Teluk Jakarta yang mencakup sebanyak 17 pulau, sampai semua persyaratan, undang-undang dan peraturan dipenuhi oleh pengembang.
"Agar semua objektivitas bisa tercapai, kami meminta untuk sementara dihentikan pembangunan proyek reklamasi Teluk Jakarta, sampai semua persyaratan dan Undang-Undang dipenuhi," kata Menteri Koordinator Bidang Maritim Rizal Ramli, dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (18/4).
Rizal mengatakan selain menghentikan sementara proyek reklamasi Teluk Jakarta tersebut, dalam pertemuan dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan jajaran dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga disepakati pembentukan komite gabungan untuk menyelesaikan masalah itu.
Menurut Rizal, komite gabungan tersebut akan diisi oleh para pejabat dari Kementerian Koordinator Bidang Maritim, Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Kementerian Dalam Negeri dan Sekretariat Kabinet.