Kabar24.com, JAKARTA - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menganggap terbongkarnya dokumen Panama Papers membuktikan tingginya keinginan untuk menghindari pajak.
Seperti diketahui Panama Papers berawal dari bocornya data ribuan klien perusahaan pengelola investasi asal Panama, Mossack Fonseca.
Jutaan dokumen itu memuat mengenai individu dan entitas bisnis yang memanfaatkan perusahaan offshore untuk menghindari pajak dan melakukan pencucian uang.
"Banyak nama dari Indonesia yang masuk di Panama Paper. Rata-rata pengusaha dan politisi," tulis Fitra dalam keterangan tertulis yang diterima Bisnis.com, Minggu (10/4/2016).
Mereka menilai respons pemerintah untuk saat ini masih bertindak secara pasif.
Padahal jika melihat negara lain, di Islandia, perdana Menterinya langsung mundur karena namanya tercantum dalam laporan tersebut.
"Artinya pemerintah di banyak negara merespons cepat dengan membuat kebijakan-kebijakan strategis untuk menangani kasus bocornya dokumen Panama Papers. Sedangkan di Indonesia, DPR-RI justru meresponsnya dengan langkah lain yang cenderung tidak masuk akal, yaitu mempercepat pembahasan RUU Tax Amnesty," tandas mereka.
Fitra memandang, hal itu merupakan dua hal yang berbeda. Karena dugaan kuat, pihak yang terlibat dalam Panama Papers merupakan pengemplang pajak yang merugikan negara.
"Sedangkan Tax Amnesty tak lebih dari karpet merah yang memposisikan pendosa negara sebagai penyelamat negara," imbuh mereka.
Laporan ICIJ yang kemudian dikenal dengan nama The Panama Papers menunjukkan kepemilikan sejumlah aset dari 2.961 individu dan perusahaan yang berasal dari tanah air terlibat dalam transaksi yang dijembatani oleh Mossack Fonseca.