Kabar24.com, JAKARTA − Berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 140/PK/PDT/2015 pada 8 Juli 2015 Yayasan Supersemar diwajibkab membayar ganti rugi ke negara sebesar US$315 juta dan Rp139,2 miliar atau sekitar Rp4,4 triliun.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Amir Yanto mengatakan Kejagung selaku Jaksa Pengacara Negara (JPN) telah dua kali mengirimkan surat kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) selaku eksekutor.
PN Jaksel beralasan sita ekskusi belum dapat dilakukan karena daftar aset yang diberikan Kejagung kurang lengkap.
“Kalau memang belum terperinci bisa dikirim surat, bahwa permohonan anda misalkan perlu ini dan ini, jadi secara resmi JPN belum memperoleh informasi tersebut,” kata Amir, Senin (14/3).
Amir menjelaskan sudah dua kali mengirim surat kepada PN Jaksel terkait sita aset Yayasan yang didirikan oleh mantan presiden Soeharto tersebut.
Surat pertama dikirim 1 Februari 2016 berisi permohonan sita eksekusi dan daftar aset Supersemar.
Dalam surat tersebut juga disertai penjelasan bahwa JPN siap menelusuri kembali aset bila diperlukan.
Kemudian JPN kembali mengirim surat kepada PN Jaksel pada tanggal 25 Februari 2016 untuk meminta perkembangan sita eksekusi.
Namun hingga minggu kedua Maret 2016, Kejagung belum juga menerima informasi perkembangan sita eksekusi.
“JPN belum menerima info perkembangannya bagaimana. Masyarakat mungkin kalau tahu tentang aset atau data pendukung bisa disampaikan kepada JPN dan PN Jaksel supaya kerugian negara bisa kembali ke kas negara,” jelas Amir.