Kabar24.com, GORONTALO - Pakar dan Guru Besar Bahasa Indonesia Jusuf Sjarif Badudu atau lebih populer dengan nama Jus Badudu meninggal dunia Sabtu (12/3/2016) di Bandung.
Masyarakat Gorontalo menyatakan turut berduka atas wafatnya J.S Badudu yang juga putra daerah Gorontalo.
Ketua Forum Bahasa Media Massa Rosyid Azhar mengatakan J.S Badudu merupakan panutan yang jasanya besar dalam memuliakan Bahasa Indonesia.
"Bahasa Indonesia menjadi hal yang utama dalam media massa. Meski demikian faktor bahasa menjadi salah satu kendala dalam kapasitas wartawan. Saya berharap akan ada generasi penerus Badudu yang terus memuliakan bahasa," ungkapnya di Gorontalo, Minggu (13/3/2016).
J.S Badudu meninggal di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, pada Sabtu 12 Maret 2016 pukul 22.10 WIB.
Menurut cucunya, Ananda Badudu, sang kakek meninggal pada usia 89 tahun karena komplikasi penyakit yang diderita semasa tuanya.
"Dua hari sebelum wafat, ia dirawat inap di RSHS karena serangan stroke. Sekitar sepuluh tahun belakangan, ia sudah beberapa kali diserang stroke ringan maupun berat yang mengakibatkan kondisi fisiknya semakin lama semakin menurun," ujarnya.
Jenazahnya akan disemayamkan di tempat tinggalnya sehari-hari, yakni di Bukit Dago Selatan nomor 27, Bandung.
Setelah dishalatkan, rencananya jenazah akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cikutra, Bandung.
J.S. Badudu dikaruniai 9 anak, 9 menantu, 23 cucu, dan 2 cicit.
Istrinya, Eva Henriette Alma Koroh, lebih dulu berpulang pada 16 Januari 2016 lalu pada usia 85 tahun.
Mereka hidup bersama dalam ikatan pernikahan selama 62 tahun.
Prof. Dr. J.S. Badudu lahir di Gorontalo pada 19 Maret 1926.
Sepanjang usia ia mengabdikan diri untuk Bahasa Indonesia melalui kegiatan belajar-mengajar dan tulis-menulis.
Ia telah menjadi guru sejak usia 15 tahun dan mengakhiri pengabdiannya di bidang pendidikan pada usia 80 tahun, itu pun karena kondisi fisik yang terus menurun seiring bertambahnya usia.
Badudu dikenal masyarakat luas sejak ia tampil dalam acara Pembinaan Bahasa Indonesia yang ditayangkan di TVRI pada 1977-1979, dilanjutkan tahun 1986-1986. Pada saat itu TVRI adalah satu-satunya siaran televisi di Indonesia.
Beberapa karya besar di antara puluhan buku yang pernah ditulisnya Kamus Umum Bahasa Indonesia (1994), revisi kamus Sutan Muhammad Zain, Kamus Kata-kata Serapan Asing (2003), Pelik-pelik Bahasa Indonesia (1971), Inilah Bahasa Indonesia yang Benar (1993), Kamus Peribahasa (2008), Membina Bahasa Indonesia Baku (1980).
Pendidikan bahasa yang pernah ditempuhnya adalah kursus B1 Bahasa Indonesia (1951), Fakultas Sastra Unpad (1963), Studi Pascasarjana Linguistik pada Fakultas Sastra dan Filsafat Rijksuniversiteit Leiden, Belanda (1971-1973).
Ia memperoleh gelar Doktor dari Fakultas Sastra UI pada 1975 dengan disertasi berjudul Morfologi Kata Kerja Bahasa Gorontalo.
Ia telah 8 tahun menjadi guru SD, 4 tahun guru SMP, 10 tahun guru SMA, dan 42 tahun menjadi dosen di Unpad dan UPI Bandung.
Ia menginjak usia pensiun pada 1991, namun setelah itu masih aktif mengajar dan menulis sampai awal 2000.
J.S. Badudu adalah orang pertama yang mendapat gelar Guru Besar dari fakultas Sastra Unpad.
Ia dinobatkan menjadi Guru Besar pada 1985 dalam usia 59 tahun.
Atas sumbangsih dan pengabdiannya di bidang bahasa, ia dikaruniai tiga tanda kehormatan dari pemerintah, yakni Satyalencana Karya Satya (1987), Bintang Mahaputera Nararya (2001), dan Anugerah Sewaka Winayaroha (2007).