Kabar24.com, JAKARTA - Pakar hukum UIN Syarif Hidayatullah, Andi Syafrani mendesak KPK segera menindaklanjuti kasus dugaan korupsi pembelian lahan milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Terlebih Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam laporan hasil penelusurannya sudah menyebutkan adanya kerugian negara dalam pembelian lahan milik yayasan tersebut. "Kalau sudah ada temuan BPK, seharusnya KPK segera menindaklanjuti kasus tersebut," ujar dia lewat pesan singkatnya kepada Bisnis.com, Minggu (28/2/2016).
Dia menuturkan keberadaan laporan dari BPK tersebut, sudah menjadi dasar bagi KPK untuk menaikkan kasus tersebut ke level penyidikan. Sehingga, tidak ada kesan pembiaran dalam penanganan kasus yang diduga melibatkan elit di lingkungan Pemprov DKI Jakarta tersebut.
"Harus terus dikembangkan, agar publik juga tahu siapa saja oknum yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan itu," kata dia menambahkan.
Menurut dia, semakin cepat ditangani, kepastian hukum terhadap kasus tersebut akan berdampak baik bagi penegakan hukum di Indonesia. Jangan sampai kasus itu dibiarkan menguap, dibiarkan tak jelas, apalagi jika dibiarkan karena ada persoalan politik.
"Segera usut, jangan sampai kasus ini menguap. Bukti BPK sudah menyebutkan adanya kerugian, seharusnya KPK sudah menaikan kasusnya ke level penyidikan," imbuhnya.
Kasus dugaan penyelewengan itu mencuat, setelah BPK menemukan indikasi kerugian negara untuk kasus pembelian lahan. LHP BPK menyoal prosedur pembelian tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan, serta letak fisik tanah yang dibeli dengan uang rakyat sebesar Rp800 miliar ternyata berbeda dengan Nilai Jual Objek Pa jak (NJOP)-nya.
Prosedur pembelian itu melanggar ketentuan karena hanya selang sehari setelah Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) menyampaikan penawaran penjualan
tanahnya ke Gubernur DKI, Plt Gubernur Basuki ‘Ahok’ Tjahaja Purnama langsung memerintahkan penganggarannya, tanpa mengecek sama sekali.
Sementara itu, tanah yang dibeli ternyata terletak di Jalan Tomang Utara, bukan Jalan Kyai Tapa seperti tertera di NJOP yang ditunjukkan ke Pemprov DKI. NJOP itu rupanya adalah NJOP gabungan antara tanah YKSW yang dijual ke Pemprov DKI, dan tanah milik Yayasan Sin Ming Hui yang tidak dijual.
Yakin Menang
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia, Boyamin Saiman mengklaim bisa memenangkan gugatan praperadilannya terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan milik Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Boyamin mengatakan, pihaknya memiliki bukti yang cukup kuat untuk menuntaskan kasus yang diduga merugikan negara sebesar Rp191 triliun tersebut. Dia juga menyebutkan adanya ketidaksesuaian dalam pengadaan lahan tersebut. "Kami memiliki bukti berupa salinan pajak yang menunjukkan adanya indikasi pelanggaran tersebut," ujar Boyamin.
Dia menyebutkan kejanggalan salinan bukti pajak tersebut menunjukkan pada tahun 2013 pajak tanah milik YRSW sebanyak Rp12 juta, adapun pada 2014 biaya pajak lahan itu mencapai Rp20 juta. Letak keanehannya yakni kedua bukti pajak itu ditandatangani pada tanggal yang sama, yakni 13 Maret 2015 oleh Dinas Pajak di bawah naungan Pemprov DKI Jakarta.
Selain keanehan tersebut, Boyamin juga menjelaskan, beberapa waktu yang lalu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sempat mengatakan, lahan yang dibeli bukan di Jalan Kyai Tapa, melainkan di Jalan Tomang. Lokasi yang tak sesuai dengan NJOP tersebut mengindikasikan ada yang tidak beres dengan pengadaan lahan tersebut.
"Kalau melihat petanya, letaknya tidak sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), kalau tidak sesuai apa namanya kalau bukan pelanggaran," kata dia.
Dia menyanggah jika gugatan praperadilan yang sudah dilayangkan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan itu berbau politis, mengingat Jakarta tak lama lagi akan melangsungkan pemilihan kepala daerah. Boyamin menyatakan, gugatan tersebut murni keinginan rakyat karena melihat adanya kerugian negaea yang cukup besar dalam kasus tersebut.
"Bukan politik, audit BPK jelas menunjukkan adanya penyimpangan tersebut," tukasnya. ()